Makassar (ANTARA News) - Tim Pansus RUU Penanggulangan Bencana Alam DPR-RI menilai, koordinasi penanggulangan bencana alam di sejumlah wilayah di Indonesia kurang kompak dan sangat lamban. Pasalnya, kata Ketua Pansus RUU tersebut, Aisyah Hamid Baidewi saat mengunjungi lokasi bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Sinjai, Sulsel, Sabtu, hingga saat ini, belum ada lembaga yang khusus menangani berbagai bencana alam di Indonesia. Dia mengatakan, di Indonesia ada beberapa organisasi kemanusiaan yang fokus pada penanggulangan bencana alam seperti Bakornas, Basarnas dan PMI. Namun organisasi itu bergerak sendiri dan tidak berdiri pada satu koordinator yang merangkul sejumlah organisasi kemanusiaan tersebut. Akibatnya penanganan bencana lamban dan tidak terorganisasi dengan baik. "Kita berharap ada satu lembaga khusus yang bisa setiap hari mengurusi dan menangani bencana alam," ujar Aisyah dan berharap agar lembaga kemanusiaan ini dapat memberikan pelajaran kepada anak-anak sekolah mengenai penanganan bencana, bagaimana mereka harus berbuat dan apa yang harus dilakukan bila terjadi bencana alam. Menurut Aisyah, setelah RUU Penanggulangan Bencana Alam ini disahkan menjadi UU, pembiayaan penanganan bencana alam tidak boleh seluruh dibebankan kepada pemerintah daerah setempat seperti membiayai personil dalam penanganan bencana, sebab pemerintah daerah telah banyak persoalan dan banyak hal yang perlu dilakukan terkait penagnggulangan bencana alam di daerahnya. Hal senada dikatakan anggota Pansus lainnya, Anwar Saleh yang menyebutkan bahwa setelah RUU ini disahkan menjadi Undang-undang, kemungkinan akan ada "Dirjen Kebencanaan" yang merupakan lembaga tertinggi penangggulangan bencana alam. "Tidak perlu ada Bakornas," tegasnya dan melanjutkan bahwa penanganan bencana alam perlu gerak cepat dan tidak perlu melalui rapat-rapat. Ia menambahnya, "masak orang sudah kelaparan, pemolong masih harus rapat dulu," sindirnya. Dalam kunjungan tim pansus RUU Penanggulangan Bencana Alam ini, Bupati Sinjai, Rudiyanto Asapa menerima bantuan berupa cek tunai senilai Rp50 juta.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006