Kota Bogor kini sudah tidak memiliki banyak industri padat karya dan lebih gencar mempromosikan sebagai kota jasa.
Kota Bogor (ANTARA) - Hawa sejuk menjadi daya tarik masyarakat Jabodetabek datang ke Kota Bogor, Jawa Barat, pada 1980-an sampai 1990-an. Namun dalam perkembangannya, Kota Hujan ini masuk dalam wilayah pengendalian pencemaran udara.
Pohon-pohon besar yang mengelilingi Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor, dulu, menjadi tujuan wisata favorit warga Jabodetabek dan daerah lain.
Seiring berjalannya pembangunan di kawasan Jabodetabek sebagai penyangga Ibu Kota Jakarta, kota dengan curah hujan tinggi itu ikut terdampak pencemaran udara. Masalah ini harus diatasi demi kesehatan warganya.
Dua hari setelah Pemerintah mengumumkan pengendalian pencemaran udara di kawasan Jabodetabek, Pemerintah Kota Bogor pada 25 Agustus menetapkan delapan poin instruksi turunan yang diberlakukan di kota ini.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyebut delapan poin turunan terkait kebijakan WFH berlaku bagi ASN berisiko tinggi sebagai implementasi Inmendagri Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada Wilayah Jabodetabek.
Inmendagri ini memuat beberapa hal pokok yang perlu dilakukan kepala daerah, baik Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, maupun bupati/wali kota se-Jabodetabek. Kebijakan itu meliputi sistem kerja hybrid, pembatasan kendaraan bermotor, peningkatan pelayanan transportasi publik, pengetatan uji emisi, optimalisasi penggunaan masker, pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau, serta pengendalian pengelolaan limbah industri.
Kota Bogor kini masuk ke dalam aglomerasi Jabodetabek sehingga kebijakan dua provinsi yang mengapitnya--DKI Jakarta dan Jawa Barat-- selalu berdampak ke daerah dengan ikon kujang tersebut, termasuk soal pencemaran udara daerah-daerah tetangga akibat mobilitas alat transportasi dan pembangunan industri yang pesat.
Kota Bogor kini sudah tidak memiliki banyak industri padat karya dan lebih gencar mempromosikan sebagai kota jasa. Di kota hujan ini banyak hotel tempat rapat serta tempat singgah wisatawan arah Puncak Bogor, yang membuat kuliner berkembang pesat.
Alasan Bima Arya menerapkan delapan poin pengendalian pencemaran, agar kondisi udara tidak memburuk meski selama ini rata-rata masih aman.
Untuk keperluan tersebut, Bima menggaet para peneliti IPB menentukan kebijakan pengendalian pencemaran udara. Berdasarkan hasil pengamatan, ada kecenderungan WFH malah digunakan ASN untuk jalan-jalan sehingga volume kendaraan di jalan tetap mencemari udara.
Oleh karena itu, WFH dalam poin pertama pada kebijakan tersebut, hanya berlaku bagi ASN berisiko tinggi, seperti ibu hamil.
Poin kedua, dari sekitar 6.000 ASN yang bekerja di lingkungan Pemerintah Kota Bogor harus menggunakan kendaraan umum atau menumpang ke temannya dengan aturan 4 in 1. Artinya, empat orang dalam satu mobil berbahan bakar fosil. Jika mobil ASN berbahan bakar fosil kurang dari empat orang, dilarang masuk ke area gedung dinas dan Balai Kota Bogor.
Sesuai Inmendagri itu pula, ASN yang sudah menggunakan kendaraan listrik, tidak terikat aturan tersebut.
Ketiga, mulai Sabtu, 26 Agustus 2023, ditayangkan di videotron Kota Bogor terkait informasi indikator tingkat polusi sebagai bentuk kewaspadaan warga. Jika indikator menunjukkan warna merah, warga diimbau menggunakan masker.
Keempat, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor melaksanakan uji emisi secara berkala bagi kendaraan bermotor di wilayah se-Kota Bogor.
Kelima, Dishub Kota Bogor bersama Kepolisian melakukan kir dan penindakan bagi kendaraan umum (angkot) yang telah berusia di atas 20 tahun dan melebihi ambang batas uji emisi kendaraan.
Keenam, mengajak pelajar menggunakan transportasi publik. Pihak sekolah juga diminta memperbanyak layanan antar jemput sehingga dapat mengurangi kendaraan pribadi yang mengantar/jemput.
Ketujuh, camat dan lurah harus melakukan penindakan sesuai Perda Trantibum apabila ada aktivitas warga yang membakar sampah di wilayah masing-masing.
Kedelapan, camat dan lurah bekerja sama dengan Dinas Damkar Kota Bogor perlu melakukan penyemprotan terhadap wilayah-wilayah yang memiliki potensi polusi debu tinggi yang dapat mengganggu aktivitas warga.
Kesungguhan melaksanakan delapan poin tersebut bakal mampu menjaga kualitas udara Kota Bogor, seperti pencapaian belakangan ini.
Kota Bogor pada Juni lalu, berdasarkan
Pengukuran Indeks Kualitas Udara (AQI) oleh Iqair, mendapat peringkat satu kota terbersih di Indonesia yang berada di level 4 US AQI.
Mengembalikan kesejukan
Pemerintah Kota Bogor melalui Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berkomitmen menjadikan kota berwawasan lingkungan yang bersih, indah, aman, dan nyaman, serta menetapkan ketersediaan RTH paling sedikit 30 persen dari luasan daerah kota.
Meski belum terpenuhi seluruhnya dari berbagai kategori RTH, kini masyarakat Bogor dapat menikmati modifikasi taman yang menghadirkan area bermain bagi anak-anak di sejumlah kecamatan. Bahkan, gelanggang olahraga mini (GOM) pun tersedia.
Menurut data, dari target 30 persen RTH telah tersedia 20,02 persen dengan luas 2.229,62 hektare dari 11.850 hektare. RTH tersebut terdiri dari kawasan pelestarian alam atau hutan kota, taman, tempat pemakaman umum (TPU), kebun penelitian, kawasan sempadan sungai, kawasan sempadan danau, sempadan saluran udara tegangan tinggi (SUTT), sempadan rel kereta api, sempadan jalan tol, sempadan jalan, dan lapangan olahraga.
Dua tahun lalu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersama Wali Kota Bogor Bima Arya telah meresmikan Alun-alun Kota Bogor yang diintegrasikan dengan Stasiun Bogor dan Masjid Agung. Alun-alun yang menggantikan area bermain Taman Topi, berubah menjadi ruang rehat dan pusat aktivitas masyarakat di ruang terbuka yang asri.
Kini ruang terbuka hijau itu menjadi tempat favorit masyarakat selepas turun dari Stasiun Bogor, Pasar Kebon Kembang, Masjid Agung, maupun yang sengaja ingin bersantai di sana. Selain itu, ada Lapangan Manunggal yang kini menjadi lapangan futsal terbuka yang menampung latihan warga.
Jauh sebelum transportasi hijau atau ramah lingkungan digencarkan melalui transformasi kendaraan listrik, Pemerintah Kota Bogor 10 tahun lalu telah merancang infrastruktur transportasi yang mengurangi kepadatan lalu lintas di tengah kota.
Pemkot Bogor mengurangi angkutan umum kota dari tengah kota dengan konversi 3:1 dengan Biskita Trans Pakuan. Angkot ke depan akan menjadi transportasi penghubung di pinggir kota.
Sementara, tengah kota, angkutan umum massal seperti Biskita, trem yang kini mulai dibuat salah satu jalurnya dalam pembangunan Jembatan Otista akan mengisi era transportasi masa depan Kota Bogor.
Mulai awal September 2023, kendaraan dinas harus antre di Balai Kota untuk uji emisi sebelum parkir di kompleks kantor pemerintahan.
Semua ikhtiar yang dijalankan Pemkot Bogor demi menjaga udara tetap bersih, sejuk, dan menyehatkan bagi sekitar satu juta warganya dan para pelancong yang datang ke kota ini.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023