Yerusalem (ANTARA) - Amerika Serikat dan Uni Eropa mengkritik pernyataan Presiden Palestina Mahmoud Abbas tentang persekusi warga Yahudi pada Perang Dunia Kedua dan antisemitisme.
Dinas diplomatik Uni Eropa menyebut pernyataan Abbas yang disampaikan akhir Agustus lalu dalam pertemuan Dewan Revolusi gerakan Fatah itu "salah dan sangat menyesatkan".
Deborah Lipstadt, utusan khusus AS untuk memantau dan memerangi antisemitisme, menyeru Abbas agar segera meminta maaf atas apa yang disebutnya sebagai "pernyataan antisemitisme dan kebencian".
Masih belum jelas mengapa para diplomat itu baru mengeluarkan pernyataan mengenai pernyataan pada Kamis, atau dua pekan setelah Abbas menyampaikan hal itu 24 Agustus lalu.
Institut Penelitian Media Timur Tengah (MEMRI), sebuah kelompok pemantau media yang berbasis di Washington dan dinilai dekat dengan Israel, menerbitkan terjemahan pidatonya dalam bahasa Inggris pada situsnya Rabu (6/9).
Abbas mengatakan warga Yahudi menjadi sasaran Nazi Jerman karena “peran sosial” mereka dan bukan agama mereka.
Baca juga: Presiden Palestina kunjungi Jenin pascaserangan Israel
“Hal ini telah dijelaskan oleh banyak penulis Yahudi. Ketika mereka mengatakan bahwa Hitler membunuh orang Yahudi karena mereka Yahudi, dan bahwa Eropa membenci orang Yahudi karena mereka Yahudi, tidak. Dijelaskan dengan jelas bahwa mereka memerangi (warga Yahudi) karena status sosial mereka. peran mereka dan bukan agama mereka," kata Abbas.
Juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan pernyataan sang presiden berasal dari tulisan para penulis dan sejarawan Yahudi dan Amerika, sehingga bukan tidak mengakui Holocaust.
"Sikap Presiden Mahmoud Abbas mengenai topik ini jelas dan telah didokumentasikan, dan itu merupakan kecaman total terhadap Holocaust Nazi serta penolakan terhadap antisemitisme," kata Rudeineh.
Abbas kerap memicu kemarahan komunitas internasional dengan pernyataannya mengenai Holocaust oleh Nazi, yang menewaskan sekitar 6 juta warga Yahudi, juga komunitas Gipsi, penyandang disabilitas, serta kelompok minoritas seksual dan gender.
Juru bicara urusan luar negeri Uni Eropa, salah satu donor utama Otoritas Palestina, menyebut pernyataan itu melecehkan jutaan korban Holocaust dan keluarganya.
“Distorsi sejarah semacam itu bersifat menghasut, sangat menyinggung, hanya akan memperburuk ketegangan di kawasan dan tidak menguntungkan siapa pun," kata dia.
Baca juga: Xi-Abbas umumkan kemitraan strategis China-Palestina
"Hal semacam itu dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan solusi dua negara, yang telah berulang kali diadvokasi oleh Presiden Abbas," sambung juru bicara Uni Eropa itu.
Otoritas Palestina memerintah sendiri secara terbatas di wilayah yang diduduki Israel sejak perang Timur Tengah tahun 1967 di mana Palestina berusaha mendirikan negara merdeka.
Pernyataan Abbas juga dikecam oleh duta besar Jerman untuk Israel, Steffen Seibert, yang dalam platform media sosial X (Twitter) menyatakan "Rakyat Palestina berhak mendengar kebenaran sejarah dari pemimpin mereka, bukan distorsi seperti itu."
Saat mengunjungi Berlin tahun lalu, Abbas ditegur oleh Kanselir Jerman Olaf Scholz setelah menyatakan Israel melakukan "50 Holocaust" sebagai tanggapan atas pertanyaan seputar peringatan 50 tahun serangan militan Palestina terhadap tim Israel dalam Olimpiade Muenchen 1972.
Dalam dua puluh tahun terakhir Abbas berulang kali menolak tuntutan masyarakat Palestina agar mundur.
Baca juga: China bersedia bantu Palestina dalam upaya perdamaian dengan Israel
Sumber: Reuters
Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023