Ini bom waktu, mereka akan mendapatkan berbagai kesulitan, misalnya bagaimana nanti saat dewasa dan melamar kerja,"

Jakarta (ANTARA News) - Hampir 36 juta anak-anak tidak memiliki akta kelahiran sehingga mereka mungkin mengalami berbagai kesulitan saat beranjak dewasa.

"Ini bom waktu, mereka akan mendapatkan berbagai kesulitan, misalnya bagaimana nanti saat dewasa dan melamar kerja," kata penasihat Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) Hamid Awaludin di Jakarta, Jumat.

Data Survei Sosial-Ekonomi Nasional 2010 Badan Pusat Statistik menyebutkan 35,88 juta jiwa dari total 81,4 juta anak usia 0-17 tahun tidak memiliki akta kelahiran.

Hamid yang juga mantan Menteri Hukum &HAM tersebut mengingatkan akta kelahiran sangat penting karena berbagai hal akan berkaitan dengan akta kelahiran, terlebih lagi jika diberlakukan Single Identity Number/SIN (Nomor Identitas Tunggal).

"Tentu yang akan dilacak untuk pembuatan SIN adalah dari 'hulunya' yaitu akta kelahiran," kata Hamid didampingi Ketua Umum IKI Slamet Effendy Yusuf dan Sekretaris Umum Indradi Kusuma.

Masalahnya, lanjut Hamid, saat ini menurut pasal 32 UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu setahun dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri.

Pengadilan-pengadilan negeri saat ini, lanjutnya, memasang biaya yang berbeda untuk penetapan akta kelahiran.

"Pengesahan itu masuk Penerimaan Negara Bukan Pajak. Biayanya berbeda-beda di pengadilan negeri, ada yang Rp100 ribu tapi ada juga yang Rp300 ribu," katanya.

Dia menjelaskan, IKI mendukung judicial review yang dilakukan anggota DPRD Jawa Timur Sholeh Hayat untuk menghapus pasal 32 ayat (2) UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Lebih lanjut, Hamid mengemukakan IKI prihatin karena berlakunya stelsel aktif bagi penduduk dalam pemilikan akta kelahiran.

Hamid mencontohkan warga di wilayah terpencil harus bersusah payah datang ke ibukota kabupaten atau kotamadya untuk mendapatkan penetapan akta kelahiran dari pengadilan negeri.

"Ini memberatkan masyarakat, stelsel aktif seharusnya dikenakan kepada negara," kata Hamid lalu mengatakan "Negara seharusnya membuat terobosan untuk hal tersebut, bukankah ada kecamatan, kelurahan hingga RT dan RW yang bisa menjangkau setiap warga untuk pelayanan kependudukan.(*)

Pewarta: Aditia Maruli Radja
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013