Yeosu (ANTARA) - Beberapa nelayan Korea Selatan (Korsel) mengaku penjualan produk akuatik mengalami penurunan tajam setelah Jepang membuang air limbah yang terkontaminasi nuklir ke laut.
"Nelayan saat ini benar-benar berada di ambang kematian. Mereka berada di ambang kebangkrutan. Ada banyak nelayan yang berada dalam situasi seperti ini," kata nelayan sekaligus direktur eksekutif Federasi Nelayan Nasional Kim Young-chul di Korea Selatan, kepada Xinhua pada Selasa (5/9).
Kim mengatakan konsumsi produk perikanan turun tajam sebelum dan setelah Jepang membuang air limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh ke Samudera Pasifik sejak 24 Agustus.
"Nelayan sangat menderita bahkan sebelum pembuangan limbah radioaktif. Konsumsi (produk akuatik) menyusut tajam karena masyarakat mengatakan mereka tidak akan mengonsumsi (produk akuatik) sebanyak yang mereka bisa setelah pembuangan air limbah radioaktif," kata Kim.
Menurut survei Gallup Korea terhadap 1.602 orang dewasa selama dua hari hingga 10 Juli, 82,4 persen responden mengatakan konsumsi produk perikanan akan berkurang pascapembuangan air limbah nuklir tersebut.
Pembelian panik (panic buying) terhadap ikan kering muncul di pasar konsumsi karena dapat disimpan selama bertahun-tahun, sementara harga ikan mentah turun setengahnya karena melemahnya permintaan, jelas Kim.
"Pedagang grosir (produk akuatik) mengatakan kepada (nelayan) untuk berhenti menangkap ikan karena mereka tidak bisa menjualnya, dan kalaupun (nelayan) pergi melaut, mereka harus mengurangi hasil tangkapannya," imbuhnya.
Dilanda gempa besar dan tsunami yang terjadi pada Maret 2011, pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima mengalami pelelehan (meltdown) inti dan menghasilkan air yang tercemar zat radioaktif dalam jumlah besar dari pendinginan bahan bakar nuklir.
Pewarta: Xinhua
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2023