New York (ANTARA) - Tiga indeks utama Wall Street melemah pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah data sektor jasa-jasa yang lebih kuat dari perkiraan memicu kekhawatiran bahwa inflasi yang masih tinggi berarti bahwa suku bunga tinggi akan lebih lama.
Indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 198,78 poin atau 0,57 persen menjadi 34.443,19 poin. Indeks S&P 500 kehilangan 31,35 poin atau 0,70 persen, menjadi berakhir pada 4.465,48 poin. Indeks Komposit Nasdaq Composite berkurang 148,48 poin atau 1,06 persen, menjadi ditutup di 13.872,47 poin.
Dari 11 sektor utama dalam S&P 500, sektor teknologi yang pertumbuhannya tinggi merupakan sektor yang mengalami penurunan terbesar, kehilangan 1,4 persen, sementara utilitas yang defensif memimpin kenaikan, menguat 0,2 persen. Sektor energi menjadi satu-satunya sektor lainnya yang memperoleh keuntungan, naik 0,1 persen didukung oleh harga minyak yang lebih tinggi.
Institute for Supply Management (ISM) mengatakan pada Rabu (6/9/2023) bahwa Indeks Manajer Pembelian (PMI) non-manufaktur naik menjadi 54,5 bulan lalu dibandingkan ekspektasi 52,5, sementara ukuran harga yang dibayarkan oleh bisnis sektor jasa-jasa untuk input meningkat.
Para pedagang bertaruh pada peluang 93 persen bahwa Federal Reserve akan mempertahankan suku bunganya tidak berubah setelah pertemuannya pada 20 September, sementara taruhan terhadap jeda lagi di November adalah sekitar 57 persen, menurut FedWatch Tool dari CME Group.
“Data jasa-jasa ISM yang lebih kuat dari perkiraan menunjukkan bahwa investor masih belum terlalu terampil dalam membaca keadaan pascapandemi,” kata Carol Schleif, kepala investasi BMO di Minneapolis.
Sementara para pelaku pasar memperkirakan penurunan suku bunga segera, Schleif mengatakan data tersebut menunjukkan perekonomian yang kuat dan inflasi yang tidak turun "secepat The Fed yang perlu mulai menurunkan suku bunganya kapan saja di masa mendatang."
Sebelumnya Presiden Fed Boston Susan Collins menekankan perlunya bank sentral untuk "melanjutkan dengan hati-hati" dengan langkah-langkah kebijakan moneter berikutnya.
Prospek suku bunga yang lebih tinggi memberikan tekanan khusus pada saham-saham pertumbuhan dengan indeks pertumbuhan S&P 500 berkinerja buruk sepanjang sesi. Investor ekuitas juga bereaksi terhadap kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun dan dua tahun.
"Saham-saham pertumbuhan telah memperkirakan gagasan bahwa inflasi telah tertahan dengan baik dan bahwa The Fed akan melakukan pemotongan. Jika gagasan itu tidak lagi berlaku maka mereka akan menjadi rentan," kata Patrick Kaser, manajer portofolio dari Brandywine Global.
Selain kekhawatiran terhadap suku bunga, saham Apple Inc berakhir turun 3,6 persen, tertekan oleh laporan bahwa China telah melarang pejabat di lembaga pemerintah pusat menggunakan iPhone dan perangkat merek asing lainnya untuk bekerja.
S&P 500 menunjukkan sedikit reaksi terhadap gambaran Beige Book dari Fed mengenai perekonomian AS seminggu menjelang data inflasi Agustus yang sangat ditunggu-tunggu dan keputusan suku bunga Fed pada 20 September.
Laporan tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS yang “moderat” dalam beberapa pekan terakhir, sementara pertumbuhan lapangan kerja “lemah”, dan inflasi melambat di sebagian besar negara tersebut.
Saham Lockheed Martin merosot 4,8 persen setelah pembuat senjata AS itu memangkas prospek pengiriman jet F-35-nya.
Saham Roku naik 2,9 persen setelah perusahaan mengatakan akan mengurangi tenaga kerjanya sekitar 10 persen dan membatasi perekrutan karyawan baru.
Di bursa AS, 9,39 miliar saham berpindah tangan dibandingkan dengan rata-rata pergerakan 10,17 miliar dalam 20 sesi terakhir.
Baca juga: Wall St jatuh saat "yield" obligasi naik, minyak dukung sektor energi
Baca juga: Wall Street berakhir beragam ketika data inflasi dukung optimisme
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023