Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Lisman Manurung mengatakan bahwa PLTU Suralaya bukan penyebab buruknya udara Jakarta menyusul masih tingginya indeks pencemaran udara di ibukota meski beberapa pembangkit sudah dalam posisi mati/shutdown.

“Hal itu membuktikan bahwa bukan PLTU Suralaya seperti apa yang dituduhkan. Saya pikir solusinya harus holistik,” katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, perubahan iklim terjadi oleh ulah manusia (antropogenik), bukan peristiwa alami sehingga masih bisa diperbaiki dengan beberapa langkah terpadu dan menyeluruh.”

Pola mobilisasi dan aktivitas masyarakat di Jakarta, tambahnya, juga perlu diubah melalui regulasi untuk meningkatkan jumlah pejalan kaki hingga kebijakan work from home (WFH) oleh pelaku usaha di ibu kota.

Lisman menegaskan bahwa saat ini mayoritas emisi gas karbon di ibu kota berasal dari kendaraan pribadi, termasuk mobil dan sepeda motor. Porsinya bahkan mencapai 90 persen dari keseluruhan polutan yang ada di Jakarta saat ini.

Dia mencontohkan, di Jakarta terdaftar 16,2 juta sepeda motor, saat 20 unit sepeda motor melepas gas karbon setara 1 unit transportasi umum seperti TransJakarta.

Dengan 20 unit sepeda motor penggunanya hanya 20 sampai dengan 30 orang, tambahnya, sedangkan TransJakarta bisa menampung 80 sampai dengan 100 orang.

Menurutnya, penggunaan transportasi umum tersebut seharusnya mampu mengurangi polusi udara, namun penyumbang emisi masih pada sektor transportasi dengan angka 44 persen polutan.

“Selanjutnya, peralihan ke kendaraan listrik di Indonesia sepertinya berlangsung secara lamban. Bandingkan dengan Paris di mana insentif penggunaan kendaraan listrik dengan kredit tanpa bunga untuk mahasiswa sudah dilakukan sejak 15 tahun lalu,” ujarnya.

Tak hanya beralih ke kendaraan listrik, Lisman juga menegaskan pentingnya peran moda transportasi publik dalam menekan polusi udara.

"Armada harus bergerak sepanjang hari agar kebutuhan transportasi masyarakat dapat terpenuhi tanpa menunggu lama," katanya.

Oleh karena itu dia mengimbau adanya pemulihan sistem pengaturan ride hailing seperti sediakala, sehingga jasa angkutan online, baik mobil maupun motor kembali menjadi industri yang dinamis, di mana frekuensi penggunaan mobil dan sepeda motor mitra driver bisa dinaikkan signifikan.

"Saat ini jutaan sepeda motor hanya digunakan 3 jam per hari. Bandingkan dengan ojek online yang bisa meningkatkan jam guna sebuah sepeda motor,” katanya.

Pewarta: Subagyo
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023