Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel menjelaskan pandangan utuh terkait usulan mekanisme kontrol rumah ibadah sebagai upaya mencegah radikalisme.
Rycko menjelaskan bahwa mekanisme kontrol di tempat ibadah tersebut diusulkan dengan menekankan terhadap pentingnya pelibatan masyarakat setempat dalam pengawasan, bukan kontrol penuh dan sepihak oleh pemerintah.
“Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat,” kata Rycko dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut Rycko, mekanisme kontrol itu tidak mengharuskan pemerintah mengambil kendali langsung, melainkan mekanisme yang dapat tumbuh dari pemerintah dan masyarakat.
Dia juga menjelaskan bahwa pengurus masjid dan tokoh agama setempat bisa berperan dengan melaporkan aktivitas atau ajaran apapun yang berpotensi radikal.
Pendekatan yang diusulkan, tambah Rycko, adalah dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat dalam memantau dan memberikan peringatan kepada individu yang terlibat penyebaran pesan kebencian dan kekerasan.
Baca juga: Anggota DPR: Usulan BNPT kontrol rumah ibadah tak miliki urgensi
Baca juga: MUI: Kebebasan beribadah adalah hak yang dilindungi konstitusi
Rycko pun menekankan bahwa pemerintah tidak akan sanggup mengontrol semua tempat ibadah di Tanah Air.
"Dari tokoh-tokoh agama setempat atau masyarakat yang mengetahui ada tempat-tempat ibadah digunakan untuk menyebarkan rasa kebencian, menyebarkan kekerasan, itu harus disetop," kata Kepala BNPT.
Rycko menambahkan mereka yang terindikasi menebar gagasan kekerasan dan antimoderasi beragama, bisa dipanggil, diedukasi, diberi pemahaman, ditegur serta diperingatkan oleh aparat setempat.
Apabila terjadi perlawanan atau mengulangi hal yang sama, tegas Kepala BNPT, maka masyarakat dapat menindaklanjuti hal itu dengan menghubungi aparat setempat.
“Kalau pemerintah yang mengontrol tak akan sanggup,” ucap dia.
Lebih lanjut, BNPT telah melakukan studi banding ke beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah terhadap tempat ibadah.
Namun, Rycko menyadari situasi di Indonesia berbeda. Oleh karena itu, ia mengusulkan mekanisme kontrol yang bersifat kolaboratif dengan masyarakat setempat dengan melibatkan tokoh agama, adat, dan budaya sebagai alternatif yang lebih cocok untuk konteks Indonesia.
Kepala BNPT mengusulkan mekanisme moderasi beragama di rumah ibadah saat menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (Purn.) Safaruddin yang menyinggung adanya karyawan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang terpapar paham radikalisme dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Senin (4/9).
Safaruddin mengatakan bahwa terdapat sebuah masjid yang berada di kawasan Pertamina Balikpapan, Kalimantan Timur yang kerap kali konten dakwahnya mengkritik pemerintah.
"Di Kalimantan Timur itu ada di Balikpapan itu Pak, itu masjidnya Pertamina tapi tiap hari mengkritik pemerintah di situ Pak," kata Safaruddin dikutip dari keterangan tertulis yang sama.
Baca juga: BNPT prioritaskan asesmen pegawai objek vital dan berisiko tinggi
Baca juga: MUI: Kebebasan beribadah adalah hak yang dilindungi konstitusi
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023