“Alat ini bertujuan untuk membantu perindustrian, khususnya sektor keuangan, dalam menyelaraskan model bisnis mereka saat transisi,” kata Direktur Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Iss Savitri Hafid di Jakarta, Rabu.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika menjadi pembicara utama dalam dialog internasional bertajuk “Financing the Green Transition of Developing Countries”.
Iss menjelaskan kalkulator karbon merupakan salah satu bentuk kolaborasi Bank Indonesia bersama pemerintah dalam mewujudkan transisi menuju nol emisi karbon. Ia mengatakan kalkulator karbon akan menjadi acuan bagi para pelaku industri dalam menyusun kebijakan finansial yang ramah lingkungan.
Selain mengembangkan kalkulator karbon bersama pemerintah, Iss memaparkan bahwa Bank Indonesia telah memberi insentif kepada perbankan untuk meningkatkan pinjaman mereka terhadap sektor hijau, seperti kendaraan listrik.
“Bank Indonesia berkomitmen untuk mencapai NDC kita, yakni untuk mengurangi emisi rumah kaca sebesar 26 persen dengan usaha kita sendiri,” kata Iss.
Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional atau nationally determined contribution (NDC) merupakan kontribusi tiap negara anggota PBB yang menandatangani Perjanjian Paris 2015 atau Paris Agreement dalam menurunkan emisi karbon.
Alumni Universitas Indonesia tersebut meyakini sektor keuangan dapat memimpin transformasi industri menjadi lebih ramah lingkungan. Caranya, kata dia, yakni memfasilitasi investasi ke arah nol emisi karbon.
Sektor keuangan dapat mengarahkan para pelaku industri untuk mempertimbangkan peluang dan risiko iklim dalam proses pembuatan kebijakan. Oleh karena itu, Iss mendorong kolaborasi antarlembanga untuk mengoptimalkan transisi ekonomi menuju nol emisi karbon.
“Kita harus memastikan sistem keuangan kita memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim dan mendukung transisi menuju nol emisi karbon,” kata Iss.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Sella Panduarsa Gareta
Copyright © ANTARA 2023