Bangkok (ANTARA News) - Lembaga sensor Thailand akan mengizinkan pemutaran film dokumenter berkaitan dengan sengketa perbatasan dengan Kamboja, kata pejabat kementerian kebudayaan setempat pada Kamis.

Kebijakan itu dianggap sebagai langkah bertolak belakang setelah sebelumnya melarang film tersebut dan mencapnya sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

Lembaga sensor menyaksikan "Boundary", film dokumenter yang mengksplorasi kehidupan masyarakat yang terjebak konflik di daerah sekitar kuil Preah Vihear, sebanyak dua kali pada Kamis sebelum memutuskan bahwa kebijakan pelarangan merupakan "kekeliruan".

"Ada kekeliruan yang dilakukan beberapa petugas," ujar salah seorang pejabat Lembaga Perfilman dan Video Thailand yang enggan disebutkan namanya kepada AFP.

Film dokumenter tersebut diberi izin putar dengan beberapa perubahan "yang dilakukan sepersetujuan sutradara", ujar pejabat tersebut, sembari menyatakan bahwa subkomite telah melakukan kekeliruan memutuskan melarang pemutaran film tersebut di Thailand pada awalnya.

Pembuat film tersebut, Nontawat Numbenchapol, menyambut baik pencabutan larangan dan mengatakan film dokumenternya --yang pertama kali diputar di Eropa-- akan mendapati beberapa pemotongan suara di beberapa adegan.

"Saya yakin bahwa penonton akan memahami filmku yang memancing topik diskusi," katanya menyebut film dokumenternya, yang menyoroti beberapa adegan demonstrasi politik di Bangkok serta konflik perbatasan --yang saat ini masih menanti keputusan mahkamah tertinggi PBB.

Beberapa adegan yang memancing perdebatan dalam film dokumenter tersebut dikutip dari beberapa peristiwa sejarah modern di Thailand, termasuk tindakan kekerasan terhadap demonstran "berkaus merah" yang terjadi di pusat kota Bangkok pada 2010.

Pada Rabu, Lembaga Perfilman dan Video, yang berada di bawah Kementerian Kebudayaan, menyatakan film dokumenter tersebut dilarang diputar akibat kontennya dianggap dapat menyebabkan "pergolakan hubungan internasional".

Film tersebut juga dianggap dapat "menyebabkan perpecahan di antara rakyat Thailand dan menggerogoti keamanan nasional," ujar mereka menambahkan.

Thailand tidak membantah kepemilikan Kamboja atas kuil Preah Vihear yang berusia 900 tahun dan tergolong sebagai salah satu warisan dunia versi UNESCO, serta menjadi saksi bentrokan mematikan di wilayah perbatasan.

Namun kedua pihak sama-sama mengklaim sebuah sebidang tanah seluas 4,6 kilometer persegi di dekatnya.

Mahkamah Internasional yang bermarkas di Den Haag baru saja selesai mendengarkan keterangan saksi pada pekan lalu setelah Kamboja meminta kejelasan kepemilikan yang ditetapkan pada 1962 atas wilayah kuil Preah Vihear.

Keputusan dari Mahkamah Internasional yang diharapkan dapat menyelesaikan konflik antara kedua negara masih belum terindikasi keluar dalam beberapa bulan ke depan.

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013