“Target 14 persen menjadi ekspektasi Bapak Presiden, dan Kota Bengkulu menjadi contoh perubahan yang cepat dan sudah di bawah 14 persen stuntingnya," ujar Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Prevalensi stunting di Kota Bengkulu berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) menurun tajam sebesar 9,3 persen, dari 22,2 persen di tahun 2021 menjadi 12,9 persen di 2022.
Menurut Hasto, penurunan stunting di luar Pulau Jawa tidak mudah, bahkan sulit untuk mempertahankan (agar tetap rendah), sehingga Kota Bengkulu perlu menularkan praktik baik ini kepada daerah lain.
Baca juga: BKKBN-Pemkab Bengkulu Selatan normalisasi irigasi guna atasi stunting
Baca juga: Program Merdeka Stunting tekan angka stunting di Kota Bengkulu
"Luar biasa Kota Bengkulu sudah memberikan contoh praktik baik,” kata dr. Hasto.
Ia mengingatkan, stunting dapat menggerus pendapatan per kapita sebesar 22 persen. Apabila stunting di bawah 8 atau 5 persen, baru Indonesia bisa meyakinkan bahwa stunting tidak akan berpengaruh pada pendapatan per kapita.
"Jika angkanya di bawah delapan atau lima persen, baru populasi itu tidak terlalu berpengaruh penurunan per kapitanya dibandingkan yang tidak stunting," katanya.
Sementara, Wakil Walikota Bengkulu, Dedy Wahyudi yang hadir pada audiensi bersama Kepala BKKBN di Jakarta, Selasa (5/9) menyatakan optimistisnya angka stunting di Kota Bengkulu bisa mencapai 9 persen di tahun 2024.
Baca juga: Kota Bengkulu targetkan stunting bisa turun ke angka 9 persen
Baca juga: Wapres cek posyandu Kota Bengkulu untuk percepat penurunan "stunting"
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023