Jakarta (ANTARA News) - Kondisi pesawat kepresidenan yang ditumpangi Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika harus kembali dari Medan ke Jakarta, mengundang kesedihan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa.
"Negara sebesar ini, pulaunya belasan ribu, pesawat kepresidenannya kayak gitu. Sebagai Menteri Perhubungan, saya kadang-kadang sedih," kata pria kelahiran Pelembang 18 Desember 1953 itu.
Hatta sedih karena seorang Wakil Presiden harus harus turun dari pesawat itu untuk kemudian mencari pesawat lain, dan pesawat itu adalah pesawat komersial.
"Kondisi itu membuat rombongan harus terpecah-pecah, sekelompok rombongan naik pesawat ini, lainnya pesawat yang lain," kata alumnus Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1980 itu.
Namun mantan Menristek masa Kabinet Gotong Royong (2001-2004) ini menilai keputusan awak pesawat Fokker 28 untuk kembali ke Medan merupakan keputusan yang tepat, demi keamanan.
Ia menyebutkan, sebenarnya terdapat pesawat lain yang dapat diterbangkan untuk menggantikan pesawat Fokker 28 itu, namun karena memerlukan waktu agak lama sementara Wapres harus melaksanakan tugas lain, maka Wapres menumpang pesawat komersial.
Namun Hatta membantah bahwa kaca depan (kokpit) pesawat Fokker 28 itu bolong (berlubang) ketika berada di udara seperti yang dibayangkan orang.
"Kaca pesawat itu `safety`-nya berlapis-lapis, tidak ada yang bolong, cuma ada goresan, tapi karena pertimbangan keamanan maka tidak jadi menggunakan pesawat itu," kata tokoh dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Rombongan Wapres Jusuf Kalla usai melakukan peletakan batu pertama pembangunan Bandara Kuala Namu di Medan (Sumut) pada Kamis (29/6), harus kembali ke Jakarta dengan pesawat komersial milik Batavia Air jenis B-737 200 karena pesawat kepresidenan Fokker-28 milik TNI AU kaca depan (kokpit)-nya retak.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006