Shohibul menceritakan, pada tahun 2010 lalu, masalah kenaikan BBM bersubsidi pernah dibahas di Sekretariat Gabungan (Setgab) partai pendukung pemerintah guna pengaturan dan pengawasan BBM subsidi.
"Karena lama, hampir 15 bulan tak ada kepastian soal pengaturan tersebut, lalu PKS mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebanyak 22 halaman tentang kenaikan BBM bersubsidi. Salah satu isinya adalah menerapkan sistem dual price," kata Shohibul Iman saat diskusi "BBM Dijual Dua Harga, SPBU Kacau" di Gedung MPR/DPR/DPD IR di Jakarta, Kamis.
Ia menceritakan, dalam surat itu, PKS juga mengusulkan agar penerapan dan pengawasan terhadap sistem dual price itu tidak dengan menjual di 2 SPBU.
"Penerapan dan pengawasan kenaikan BBM subsidi bukan dengan pemisahan 2 SPBU. Tapi dengan menggunakan teknologi seperti di setiap SPBU ada sensor. Di setiap mobil diberi chip sehingga secara otomatis akan mengisi BBM yang bersubsidi. Chip itu juga untuk mencegah terjadinya pencurian BBM yang dilakukan mobil-mobil. Misalnya setiap mobil dijatah 20 liter, dan ketika belum habis tapi akan diisi lagi, otomatis ditolak," kata dia.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI, Effendi Simbolon menyatakan, dual price atau dua jenis harga bahan bakar minyak jenis premium hanya akan mengadu domba masyarakat.
"Dengan dual price, pemerintah mengadu domba rakyat sendiri. Pemerintah telah menjustifikasi bahwa semuanya sama," kata Effendi.Disamping itu, ia juga mengkritik pemerintah yang menyatakan bahwa kenaikan BBM subsidi tak perlu persetujuan DPR RI.
"Dalam UU jelas disebutkan, pemerintah dipersilahkan menaikkan harga BBM bersubsidi tapi harus disetujui DPR RI," katanya.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013