Simalungun (ANTARA) - Sebanyak 70 tersangka kasus pencurian tandan buah segar kelapa sawit di perkebunan milik PTPN IV di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menjalani sanksi sosial berupa kegiatan membersihkan rumah ibadah dan lingkungan sekitar.
Sanksi sosial ini diberikan setelah 70 tersangka tersebut menjalani penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif yang difasilitasi Polres Simalungun, Polda Sumatera Utara.
"Putusan ini sesuai permintaan PTPN IV bahwa tersangka agar melakukan kegiatan sosial dengan membersihkan masjid, gereja, kantor desa, dan kantor PTPN," kata Kapolres Simalungun AKBP Ronald F. C. Sipayung di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Selasa.
Ronald menyebutkan 70 tersangka tersebut ada yang mendapat sanksi sosial selama satu sampai tiga bulan, yakni membersihkan rumah ibadah, kantor instansi pemerintah, dan kantor PTPN dua kali dalam seminggu setiap hari Senin dan Kamis.
"Tentu kegiatan sanksi sosial ini tidak mengganggu aktivitas masyarakat, kegiatan ini hanya dilaksanakan dua kali seminggu, Senin-Kamis, dari jam 09.00 sampai jam 10.30 WIB," kata Ronald.
Baca juga: Kejari Jakbar selesaikan dua kasus kriminal lewat keadilan restoratif
Dari 70 tersangka tersebut, sebanyak 13 tersangka sudah selesai menjalankan sanksi sosial selama satu bulan, sementara sisanya masih menjalani sanksi sosial sampai bulan Oktober.
Sanksi sosial itu diberlakukan sejak Polsek Tanah Jawa menerapkan keadilan restoratif terhadap 64 perkara yang melibatkan 70 tersangka.
Ronald mengatakan 64 kasus pencurian sawit itu terjadi dari rentang waktu tahun 2021 sampai 2023, di mana terdapat satu kasus pada tahun 2021, sembilan kasus di tahun 2022, dan 54 kasus di tahun 2023.
Sementara itu, dari 70 tersangka pencurian sawit itu, delapan orang merupakan ibu rumah tangga, sedangkan sisanya adalah laki-laki dengan berusia 15-56 tahun.
Baca juga: Kejati Sumut hentikan tujuh perkara melalui pendekatan RJ
Ronald menegaskan pemberlakuan keadilan restoratif diterapkan oleh Polsek Tanah Jawa terhadap perkara yang memenuhi enam syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif.
Syarat itu antara lain kasus tersebut bukan perbuatan pidana yang dilakukan secara berulang, tidak menimbulkan kerugian lebih dari Rp1 juta, tidak menimbulkan ancaman bagi masyarakat, serta bukan merupakan tindak pidana terorisme dan narkoba.
"Sanksi sosial ini tentunya kami harapkan memberikan efek jera, dengan menggunakan rompi khusus tentu akan menimbulkan rasa malu dari para tersangka, karena disaksikan oleh masyarakat," kata Ronald.
Baca juga: Kejagung hentikan 3.121 perkara lewat keadilan restoratif
Sementara itu, Kapolsek Tanah Jawa Kompol M. Nainggolan mengatakan setelah selesai menjalani sanksi sosial, status perkara para tersangka itu akan dihentikan atau SP3.
Boby Dermawan (31), salah seorang tersangka penerima keadilan restoratif mengaku menyesal telah mencuri tiga tanda sawit karena terdesak kebutuhan ekonomi. Pada saat kejadian, pria yang bekerja serabutan itu perlu uang untuk keperluan rumah tangga dan saat itu orang tuanya sedang sakit.
"Terima kasih sudah memaafkan kami, karena posisinya kami waktu itu benar-benar butuh. Sanksi yang diberikan cukup ringan, tapi kami kapok, apalagi dilihat sama teman-teman," kata Boby.
Baca juga: Menkopolhukam: Restorative Justice dikembangkan dari hukum adat
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023