"Sebelumnya hal tersebut diatur dalam SK Menperindag 558/1998 jo Permendag 01/2007 namun tidak relevan lagi, jadi diganti," kata Kepala Sub Direktorat Tanaman Pangan Holtikultura, Perikanan dan Peternakan Kemendag RI Eddi Leman Siregar, dalam sosialisasi kebijakan perdagangan luar negeri selama dua hari 24-25 April di Manado, Sulut, Kamis.
Siregar mengatakan, barang ekspor dibagi ke dalam tiga kelompok yakni bebas ekspor, dibatasi dan dilarang yang dapat dilakukan oleh perseorangan, lembaga dan badan usaha, baik berbentuk badan atau bukan badan hukum.
"Secara umum persyaratan ekspor adalah lembaga harus memiliki surat izin perdagangan atau izin usaha dari kementerian teknis atau lembaga pemerintahan dan non-kementerian atau instansi, kemudian tanda daftar perusahaan dan NPWP," kata Siregar.
Ketentuan lain yang ditetapkan adalah berdasarkan pengaturan jenis barang berupa pengakuan sebagai eksportir terdaftar, persetujuan ekspor, laporan surveyor, surat keterangan asal dan dokumen lain yang dipersyaratkan.
Menurut Siregar, prinsip ekspor adalah bebas, pembatasan hanya dalam rangka memenuhi persyaratan keamanan, kesehatan, keselamatan manusia dan lingkungan hidup, kepentingan ekonomi, sosial, budaya dan moral bangsa.
"Kemudian kesepakatan internasional, kesinambungan ketersediaan bahan baku industri dalam negeri, serta kepentingan dan ketahanan pangan nasional," katanya.
Ia menegaskan barang yang dibatasi untuk diekspor dan dilarang tersebut, ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perdagangan.
Pewarta: Joyce Bukarakombang
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013