Jakarta (ANTARA News) - Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Bambang Kuncoko memastikan bahwa tersangka kasus luapan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, akan berasal dari para teknisi lapangan hingga jajaran pimpinan perusahaan. Ia mengatakan hal itu di Jakarta, Senin, setelah penyidik Polda Jawa Timur memeriksa 38 saksi dan menyita 17 dokumen yang terkait dengan pengeboran itu. Dari 38 saksi itu, sembilan saksi diantaranya kini menjalani pemeriksaan secara intensif oleh penyidik Polda Jawa Timur yang diperkuat penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri. "Kalau pada pemeriksaan saksi sebelumnya hanya sebatas meminta keterangan maka pemeriksaan sembilan saksi ini sudah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pengadilan atau pro justisia," kata Bambang Kuncoko. Ia mengatakan, kesembilan saksi yang diperiksa secara maraton oleh penyidik itu di antaranya Taufik (Divisi pengeboran PT Lapindo Brantas), Bambang Heru (manager PT Lapindo), Sulaiman (juru bor PT Tiga Musim Mas Jaya), Yuniwati (Humas Lapindo), Imam Agustino (GM Lapindo) dan Bambang Istiadi (pimpinan Lapindo). Selain itu ada Rehenold (supervisi pengeboran PT Medici Citra Nusa), Saifuddin (juru bor PT Tiga Musim), Zubaidi (juru bor PT Tiga Musim). PT Brantas Lapindo adalah kontraktor pelaksana eksplorasi gas di Porong yang berujung pada meluapnya lumpur panas hingga menyebabkan sekitar lima ribu warga mengungsi, ratusan hektare lahan dan permukiman terendam lumpur. Dalam melaksanakan proyek itu, PT Lapindo menyerahkan pekerjaan ke sub kontraktor PT Medici Citra Nusa. PT Medici lalu menyerahkan lagi ke sub kontraktor di empat perusahaan yang salah satunya PT Tiga Musim Mas Jaya. "Keterangan para saksi dan hasil dokumen itu akan dipakai untuk menentukan tersangka dalam waktu dekat ini. Tersangkanya mulai dari yang dilapangan hingga jajaran managemen. Jadi tidak benar jika yang jadi tersangka hanya orang lapangan saja," katanya. Para tersangka nantinya akan dijerat dengan tiga UU sekaligus yakni KUHP pasal 187 dan 188 tentang pengrusakan, UU No 3 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup dan UU No 11 tahun 1977 tentang Pertambangan. "Penyidik mulai mengarah kepada terjadinya tindak pidana pengrusakan, pencemaran lingkungan dan penyimpangan dalam eksplorasi yang menyebabkan lingkungan pemukiman, industri dan areal pertanian terkena lumpur panas," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006