Jakarta, 30 Juni 2006 (ANTARA) - Meski tantangan yang dihadapi PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) di tahun-tahun mendatang akan semakin berat, namun dengan mengerahkan segenap potensi yang dimiliki, Telkom tetap akan mampu mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan di setiap lini bisnisnya. Keyakinan tersebut disampaikan Direktur Utama Telkom Arwin Rasyid di depan peserta Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Telkom di Jakarta (30/6). Pada tahun 2005, perseroan mencatat pertumbuhan yang mengesankan. Jumlah pelanggan layanan telepon tetap nirkabel (Flexi) meningkat 184% menjadi lebih dari 4 juta pelanggan. Sedangkan jumlah pelanggan seluler (Telkomsel) meningkat 49% menjadi lebih dari 24 juta pelanggan. "Perseroan terus menunjukkan dominasinya dalam pasar layanan telepon tetap dan seluler hingga kwartal pertama dan kwartal kedua tahun 2006," tambah Arwin. Bahkan layanan data dan Internet yang terdiri dari produk TELKOMNet Instan, SMS Telkomsel dan Flexi mampu mencatat pertumbuhan yang cukup signifikan. Dengan menerapkan teknologi ADSL pada jaringan telepon tetap kabel, sejak Juli 2004 Telkom mampu menyediakan layanan akses Internet pita lebar dengan brand TELKOMSpeedy, sebagai inisiatif untuk memperoleh arus pendapatan baru yang terus berkembang. Jumlah pelanggan TELKOMSpeedy pada akhir tahun 2005 tercatat mencapai 30.662 pelanggan yang tersebar di Jakarta, Surabaya dan Makassar. "Pada akhir tahun 2006 jumlah pelanggan TELKOMSpeedy diharapkan akan meningkat pesat sejalan dengan rencana peluncuran layanan ini di 20 kota Indonesia sebagai bagian komitmen Telkom untuk memberikan layanan akses broadband kepada masyarakat Indonesia," ujar Arwin. Selain itu, jasa International Call TELKOM SLI 007 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2004, baik untuk incoming maupun outgoing international traffic. Untuk incoming international traffic tercatat sebesar 424,8 juta menit dan untuk outgoing sebesar 130,3 juta menit. Produk ini, menurut Arwin, pertama kali diluncurkan Telkom pada tahun 2004, dan pada tahun 2005 mampu menguasai pangsa pasar 44% untuk outgoing traffic dan 35% untuk incoming traffic. Upaya Telkom memperkuat lini bisnisnya telah mendorong peningkatan pendapatan usaha konsolidasi sebesar 23,2% dari 33,9 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 41,8 triliun pada 2005. Peningkatan pendapatan usaha 2005 terutama dihasilkan dari meningkatnya pendapatan jasa data dan Internet, seluler, serta interkoneksi. Dibanding tahun 2004, pendapatan data dan Internet meningkat sebesar 2,1 triliun atau 44% dibandingkan tahun 2004 menjadi Rp 6,9 triliun. Pendapatan telepon seluler meningkat Rp 4,2 triliun atau 40% menjadi 14,6 triliun. Pendapatan Interkoneksi Bersih (Net) meningkat sebesar Rp 1,6 triliun atau 25% menjadi Rp 7,7 triliun. Pendapatan Telepon Tetap meningkat Rp 146 miliar atau 1,3% menjadi Rp 10,8 triliun. Selain peningkatan di sisi pendapatan, tercatat juga peningkatan di sisi beban yang secara konsolidasi mencapai 27% menjadi 24,6 triliun. Meski peningkatan persentase beban lebih tinggi dari pendapatan, namun menurut Arwin, Telkom masih mampu menghasilkan laba bersih usaha konsolidasi 2005 tumbuh sebesar Rp 1,4 triliun atau 21% menjadi Rp 8 triliun. Hal ini, lanjutnya, menyebabkan Telkom masih bisa mempertahankan EBITDA Margin konsolidasi di atas 60% dan termasuk yang tertinggi di kawasan Asia-Pasifik. Sementara itu, di bagian lain dari pidatonya, Arwin Rasyid menyampaikan beberapa perubahan regulasi yang memiliki dampak langsung terhadap bisnis Telkom. Perubahan regulasi dimaksud meliputi: Pertama, Keputusan Pemerintah di bulan Agustus 2005, yang meminta Telkom untuk memindahkan spektrum frekuensi layanan Flexi dari 1900 MH di wilayah Propinsi DKI Jakarta, Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten, ke frekuensi 800 MHz. Kedua, pada Oktober 2005, Pemerintah memberlakukan kewajiban kepada semua operator untuk mencatat identitas pelanggan prabayar-nya melalui proses registrasi, dan diberi waktu sampai dengan 28 April 2006. "Sampai dengan saat ini, jumlah pelanggan prabayar Flexi dan Telkomsel yang teregistrasi masing-masing telah mencapai lebih dari 97% dan 95%," ungkap Arwin. Ketiga, proses tender perizinan layanan 3G yang dilakukan Februari 2006 oleh Pemerintah, telah menetapkan Telkomsel sebagai salah satu pemegang lisensi 5 MHz spectrum 3G. Telkomsel diwajibkan membayar up-front fee sebesar Rp 436 miliar, dan frequency fee untuk tahun pertama sebesar Rp 32 miliar yang dibayarkan Maret 2006. Dinyatakan Arwin bahwa Telkomsel telah sukses melakukan uji coba teknologi ini dan akan segera melakukan komersialisasi guna menghadapi persaingan bisnis. Keempat, berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Interkoneksi pada bulan Februari 2006, Menkominfo telah menetapkan skema interkoneksi berbasis biaya yang akan menggantikan skema berdasarkan pembagian pendapatan (revenue sharing). Dalam keputusan tersebut, operator dominan diminta untuk mengajukan Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI), yang mencakup aspek teknis, operasi dan ekonomis. Sampai dengan saat ini, menurut Arwin, Telkom masih menunggu keputusan Pemerintah mengenai waktu implementasi sistem interkoneksi berbasis biaya tersebut. Kelima, Pemerintah telah menunda implementasi kode akses SLJJ sampai dengan 1 April 2010. Penundaan ini disebabkan oleh adanya masukan dari Telkom kepada Pemerintah tentang kesulitan secara teknis, masalah sosialisasi kepada masyarakat, dan besarnya biaya untuk mengimplementasikannya. Terkait dengan rencana penggunaan laba bersih Telkom 2005, Arwin mengatakan bahwa dalam rangka menjamin pertumbuhan usaha yang berkelanjutan, perseroan telah menetapkan anggaran investasi belanja modal secara konsolidasi (Capex) untuk tahun 2006 sebesar 19 triliun dengan komposisi Rp 6,8 triliun untuk Telkom dan Rp 12 triliun untuk Telkomsel, sedangkan sisanya untuk anak perusahaan lain yang dikonsolidasi. Khusus untuk Anggaran Investasi Belanja Modal di Perseroan sebesar Rp 6,8 triliun, akan dipergunakan untuk infrastruktur sebesar Rp 4,1 triliun, layanan komersial Rp 2 triliun dan layanan pendukung sebesar Rp 755 miliar. Telkom menurut Arwin saat ini memiliki dana cadangan wajib perseroan mencapai Rp 1,8 triliun atau telah melebihi 20% dari modal yang ditempatkan sebagaimana disyaratkan pasal 61 UU Perseroan Terbatas, karenanya tahun ini Telkom tidak lagi mengalokasikan cadangan wajib. Menyinggung kegiatan good corporate citizenship, Arwin Rasyid mengatakan Telkom secara konsisten terus menyelenggarakan Program Kemitraan (PK) yang dimulai sejak tahun 2005 dan Program Bina Lingkungan (BL) yang dimulai pada tahun 2003. Besaran dana PK dan BL yang dikeluarkan selama tahun 2005 berdasarkan RUPST 2005, masing-masing sebesar 1% dan 0,5% dari Laba Bersih tahun buku 2004. Program PK merupakan penyaluran dana kepada Mitra Binaan yang tersebar di seluruh Indonesia sebagai pinjaman modal. Realisasi PK selama 2005 adalah sebesar Rp 119,1 miliar bagi 10.516 mitra binaan, terutama bagi industri rumah tangga sebesar Rp 21 miliar, jasa Rp 41 miliar, dan perdagangan Rp 42 miliar. Untuk BL, selama 2005 Telkom telah menyalurkan dana sebesar Rp 20 miliar yang ditujukan untuk: bantuan bencana alam, program pendidikan dan latihan (termasuk e-learning program, smart campus dan internet goes to school), program kesehatan masyarakat, pembangunan dan rehabilitasi fasilitas umum, serta bantuan bagi kegiatan keagamaan. Audit terhadap pelaksanaan pengelolaan dana PK dan BL di tahun 2005, demikian Arwin, telah dilaksanakan oleh KAP Zainal Arifin. Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi : Muhammad Awaluddin Vice President Public and Marketing Communication PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tel. 62-21-5213288 Fax. 62-21-5203322 Email: awaluddin@telkom.co.id Website: www.telkom.co.id (T.UM001/B/W001/W001) 30-06-2006 17:38:17
Copyright © ANTARA 2006