Bandung (ANTARA News) - Komisi X DPR-RI yang membidangi sektor pendidikan pada Jumat (26/4) memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh untuk membahas pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tingkat SMA dan SMP.
"Komisi X DPR memanggil Mendiknas untuk membahas terkait pelaksanaan UN SMA dan SMP, rencananya Jumat (26/4), pasalnya saat ini masih dalam masa reses," kata Wakil Ketua Komii X DPR Utut Adianto saat melakukan pemantauan UN tingkat SMP di Kota Bandung, Selasa.
Ia menyebutkan, pemanggilan itu terkait dengan pelaksanaan Ujian Nasional yang bermasalah. Selain melakukan evaluasi DPR juga akan mendengarkan pemaparan terkait proses persiapan UN 2013.
"Dengan kejadian UN tahun ini jelas sangat mengecewakan, diharapkan ada formula yang lebih bagus untuk ke depannya," kata Utut yang mantan atlet catur nasional itu.
Menurut dia, dari pengalaman yang terjadi tahun ini, diharapkan menjadi bahan evaluasi yang berharga untuk mendapatkan formula yang lebih bagus dari pelaksanaan ujian akhir tersebut.
"Kita akan bahas nanti, akan ada evaluasi seluruhnya. Nanti hasil evaluasi seperti apa kita lihat, apa Ujian Nasional akan dilanjutkan atau tidak," kata Utut.
Ia membantah bila pertemuan itu untuk mendesak penghapusan UN.
Menurut Utut, rapat Komisi X dengan Mendikbud itu untuk mendengarkan paparan dari menteri terkait proses persiapan dan pelaksanaan UN tahun ini yang tidak digelar serempak akibat adanya keterlambatan distribusi soal ujian.
"Belum pada penghapusan UN, berhenti atau tidak. Kami tidak mau bikin wacana lebih kacau. Kita dorong agar tetap kondusif," katanya.
Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013
Keuntungan dari usulan saya tersebut menurut hipotesis sy antara lain, anggaran pemerintah tidak sebesar dan semubajir saat ini, setiap pelajar akan mempunyai ketenangan bathin selama belajar, baik saat persiapan maupun saat pelaksanaan ujian. Para pelajar akan mengetahui sejak awal dan akan memiliki rasa tanggungjawab atas kemampuan dirinya dihadapkan pada persaingan untuk maju kejenjang pendidikan selanjutnya. Kekacauan birokrasi dan kekacauan regulasi tidak akan terjadi, karena terkelola secara matang oleh tiap sekolah masing-masing, effort kerja penyelengara ujian tidak akan seberat saat ini, yang banyak melibatkan unsur-unsur lain di luar sekolah (Kepolisian, Jasa transportasi angkutan bahan ujian dari pusat ke daerah, dll) yang justru membuat suasana pelaksanaan ujian menjadi tidak kondusif, misalkan di sekolah seperti dipotensikan terjadi huru-hara, sehingga harus disiagakan sejumlah polisi bersenjata, dsb. Keuntungan lain, penyimpangan-penyimpangan oleh oknum sekolah, oknum pemerintah pusat/daerah terkait kebocoran soal akan tereliminir, paling tidak bila terjadipun sangat terlokasir di lingkungan sekolah dimana oknum tsb berada dan mudah untuk ditelusuri pelakunya. Kinerja sebagai guru/pendidik akan sangat termotivasi untuk memberikan yang terbaik demi keberhasilan anak didik dan nama baik sekolah dimana ybs bertugas, karena visi dan misi mereka adalah akan bermuara kepada terwujudnya kemampuan anak didiknya untuk siap menghadapi persaingan dalam menempuh jenjang pendidikan selanjutnya dengan segala daya upaya para pendidik dalam mentransfer ilmu ke anak didiknya. Kondisi tersebut secara langsung bahwa pragmatisme tujuan pendidikan disekolah itu akan hilang dengan sendirinya, karena proses pendidikan itulah yang diutamakan bukan masalah bagaimana nilai itu bisa direkayasa sedemikian rupa agar terkesan baik, hal ini sesuai dengan hipotesa umum bahwa proses pendidikan yang baik akan linier dengan kualitas hasil didik. Semua ini diperlukan kesepakatan nasional terutama di level para pendidik/guru-guru termasuk para orang tua pelajar, yang dimotori pemerintah tentunya.
Kerugian