Sebidang tanah seluas 1,8 hektar di Jalan Leuwinanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu dikelilingi tembok batu setinggi lebih kurang dua meter, dengan pintu gerbang terbuat dari kayu.

Di muka pintu gerbang terpasang papan putih berstempel logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tertulis di situ, tanah beserta bangunan di dalam area tersebut telah disita dalam perkara tindak pidana pencucian uang dengan tersangka Djoko Susilo (DS).

"DS disangkakan terkait kasus korupsi simulator dan tindak pidana pencucian uang, dalam kasus simulator, diduga kerugian negara Rp100 miliar, jika dalam sidang ada mengenai ganti rugi maka KPK sudah punya data berdasarkan penyitaan," ungkap Juru Bicara KPK Johan Budi.

KPK menyatakan telah menyita tanah dan bangunan itu sejak 26 Februari 2013, namun Djoko menggunakan nama Suratmi yang tak lain istri pertamanya, pada akta tanah dan bangunan di Leuwinanggung itu.

Nama Suratmi juga digunakan Djoko pada akta tanah di Kanigoro, Madiun, yang luasnya 4.262 meter persegi.

Tidak hanya Suratmi, Djoko juga menggunakan nama dua istrinya yang lain untuk menyimpan aset-asetnya.

Mahdiana, istri kedua diaq, tercatat menjadi pemilik satu rumah mewah bertingkat dua di Jalan Cendrawasih, Tanjung Mas, Jakarta Selatan.

Ada pula satu rumah lain seluas 1.000 meter persegi di Jalan Durian Raya, Jagakarsa, Jakarta Selatan, juga atas nama Mahdiana.

Tidak hanya dua rumah, nama Mahdiana juga muncul dalam akta sawah seluas 7.250 meter persegi di Desa Sudimara, Kabupaten Tabanan, Bali.

Djoko juga memperistri seorang mantan putri Solo bernama Dipta Anindita. Nama istri ketiga ini pun digunakan Djoko untuk menyimpan aset-aset lainnya.

Nama Dipta tercatat dalam akta tanah seluas 1.180 meter persegi di Jebres, Solo.

Nama mantan putri Solo tahun 2008 ini juga muncul dalam akta rumah dan tanah seluas 877 meter persegi di Jalan Sam Ratulangi nomor 16, Solo.

Tidak cuma ketiga istrinya, Djoko juga menggunakan nama Poppy Pemialya yang diduga anak perempuannya.

Djoko menggunakan nama Poppy pada akta tanah di Kanigoro, Madiun seluas 2.715 meter persegi, dan tanah kedua seluas 1.090 meter persegi. Kemudian, tercatat pada akta rumah seluas 600 meter persegi di Langenastran Kidul, Yogyakarta, lalu pada akta rumah yang berdiri di atas tanah seluas 3.077 meter persegi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Solo.

Tidak berhenti di Poppu, Djoko yang diduga praktik pencucian uang ini juga menggunakan nama supir pribadinya, Sudiyono, dan tangan kanannya, Mujiharjo, untuk menyimpan aset-asetnya.

Nama Sudiyono dia catatkan pada rumah di jalan Wonosari Nglipar, Dusun Jeruksari, Wonosari, selain pada enam unit bus pariwisata.

Sementara nama Mujiharjo dicatutkan untuk kepemilikan Jeep Wrangler, Nissan Serena, Toyota Harrier, dan Toyota Avanza. Mujiharjo juga tercatat sebagai pemilik dua rumah seluas lebih dari 1.000 meter persegi di Patehan Lor, Yogyakarta.

Jumlah sana jumlah sini, KPK telah menyita lebih dari 33 tanah dan bangunan, ditambah tiga stasiun pengisian bahan bakar umum, empat mobil dan enam bus besar, milik jenderal bintang dua ini. Nilainya, sekitar Rp70 miliar sejak tanggal 14 Februari sampai 18 Maret 2013.

"Tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan KPK, disita bukan dirampas, Kalau ada keputusan hakim bahwa DS tidak bersalah atau berbeda dengan tuntutan KPK maka akan ada pengembalian aset karena penyitaan bertujuan mencegah harta diperjualbelikan," jelas Johan.

Aset di luar negeri

Ternyata Djoko juga diduga memiliki aset-aset lain di luar negeri seperti di Australia, Hong Kong, dan Singapura, yang tentu saja menggunakan nama istri-istrinya sebagai pemilik aset-aset tersebut.

Salah seorang pengacara Djoko Susilo, Tommy Sihotang, menyangkal dugaan ini.

"Enggak tahu lah karena kita belum mengurusi istrinya. Itu urusan pribadi, bagi media penting, tapi bagi kami tidak. Itu bukan tugas kami," ujar Tommy usai penyidikan oleh KPK, Kamis pekan lalu.

Sebelumnya Johan mengatakan Djoko tidak menjawab pertanyaan penyidik mengenai harta-hartanya itu.

"Menurut penyidik KPK, Pak DS ditanyai beberapa kali mengenai harta kekayaannya tapi dia tidak mau menjawab," kata Johan.

Johan mengungkapkan ini untuk menanggapi pernyataan salah seorang pengacara Djoko, Juniver Girsang, yang mengaku kliennya tidak ditanya mengenai aset.

"Karena penyidik tidak bertanya maka kami tidak menjawab, tapi saya sudah bicara ke klien kami hal ini akan dijelaskan," kata Juniver Senin pekan lalu (18/3).

Untuk penyidikan TPPU yang disangkakan KPK kepada mantan Kepala Korlantas Mabes Polri itu, Djoko akan menjalani persidangan Selasa (23/4) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

"Secara resmi kami belum mendapat panggilan, tapi kami mendapat info sidang Selasa, prinsipnya penasihat hukum maupun Pak DS sudah siap mengikuti proses persidangan," kata Juniver Kamis pekan lalu.

Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Sudjatmiko mengkonfirmasi sidang Djoko akan dilangsungkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Selasa ini.

"Sudah masuk berkasnya Senin sore (15/4) dan sudah ditetapkan majelis hakimnya, ketuanya adalah Pak Suhartoyo dengan hakim anggotanya Amin Ismanto, Matius Samiaji, Anwar dan Hugo, sidang pada Selasa tanggal 23 April pada sekitar pukul 10.00 WIB," papar Sudjatmiko.

Suhartoyo adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pernah menjabat ketua majelis hakim dalam sidang kasus suap sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dengan terdakwa Miranda Goeltom.

Juniver menjanjikan Djoko akan menjelaskan kasus tersebut dengan terang dan tegas dalam persidangan nanti.

"Apakah benar tuduhan itu ada pada Pak DS? Kami yakin dan percaya bahwa sesuai dengan dokumen yang kami miliki, Pak DS sudah melaksanakan tugasnya mengadakan simulator SIM secara baik dan benar dalam proses sesuai ketentuan hukum yang berlaku," jelas Juniver.

Ia mengakui berkas pemeriksaan Djoko Susilo mencapai 1,2 meter, meski surat dakwaan hanya 30 halaman.

"Tapi kami melihat terus terang dokumen yang kami peroleh itu banyak yang tidak relevan karena surat-surat yang tidak ada hubungannya dengan Pak DS, demikian juga terhadap dakwaan yang dikait-kaitkan dengan bukti tersebut," tambah Juniver.

Juniver tidak mengungkapkan apakah Djoko nanti akan ikut mengungkapkan perbuatan atasannya, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, yang menandatangani surat keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia bernomor Kep/193/IV/2011 tanggal 8 April 2011 berisi Penetapan Pemenang Lelang Pengadaan Drivin Simulator R4 dan menetapkan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi sebagai pemenang tender dengan nilai kontrak Rp142,4 miliar.

"Soal membongkar atasan kami terus terang tidak mau mendahului proses persidangan, kami lihat belum ada relevansinya menghadirkan Kapolri sebagai saksi, tapi kami lihat lebih lanjut proses persidangan," kata Juniver.

Untuk kasus korupsi simulator, KPK menyangkakan Djoko dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.

Perhitungan KPK, negara mengalami total kerugian Rp121 miliar dari proyek beranggaran Rp196,8 miliar itu.

Sedangkan dalam kasus pencucian uang, KPK menduga Djoko melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pasal 3 ayat 1 dan atau pasal 6 ayat 1 UU 15 tahun 2002 tentang TPPU dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Oleh Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013