Seoul (ANTARA) - Korea Selatan menyetujui usulan Kota Seoul untuk merekrut 100 pekerja domestik asing ke negara tersebut melalui program percobaan yang bertujuan untuk mendorong tingkat kelahiran dengan membantu lebih banyak ibu kembali ke dunia kerja.
Permasalahan Korsel terletak pada penurunan tajam angka kelahiran di Korea Selatan, populasi yang menua, dan keengganan negara itu untuk menerima lebih banyak imigran.
"Pekerja domestik asing dapat merevitalisasi masyarakat kita. Terutama dapat secepatnya membantu ibu mengambil cuti dari karirnya," kata Walikota Seoul Oh Se-hoon dalam unggahan di Facebook pekan lalu.
Banyak wanita Korea mengalami tekanan untuk tinggal di rumah dan mengurus keluarga atau memilih untuk tidak memiliki anak sama sekali karena tingginya biaya membesarkan anak, sedangkan kementerian ketenagakerjaan juga mengatakan bahwa semakin sedikit jumlah anak muda Korea yang tertarik mengerjakan pekerjaan domestik.
Korsel melakukan pembicaraan dengan Filipina sebagai salah satu potensi sumber pekerja dengan tujuan memulai proyek percobaan itu secepatnya pada Desember, menurut pejabat.
Di bawah aturan saat ini, hanya orang asing dengan status tertentu, seperti pasangan dari warga negara Korea dan etnis Korea yang bisa bekerja sebagai pekerja domestik.
Pemerintah memperkirakan upah yang berlaku di pasar saat ini untuk pekerja domestik bekerja penuh dan tinggal bersama keluarga adalah sebesar 3,5 juta hingga 4,5 juta won per bulan (sekitar Rp40 juta- Rp50 juta).
Skema baru itu adalah upaya paling akhir dari pemerintah untuk mengembalikan angka kelahiran di negara dengan perekonomian terbesar keempat di Asia itu.
Korsel mencatatkan angka fertilitas terendah dunia kembali di tahun 2022 dengan jumlah rata-rata bayi yang dimiliki setiap perempuan adalah 0,78 dengan Seoul bahkan memiliki angka yang lebih rendah yakni 0,59.
Di negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) angka rata-rata tersebut adalah 1,59 pada 2020.
Sementara itu, aliran masuk penduduk warga negara asing dalam angka persentase di Korsel adalah paling rendah di OECD.
Pemerintah merespon kritik terhadap tudingan mengimpor buruh murah padahal saat ini pekerja rumah tangga masih berada dalam kondisi buruk, dengan menjamin bahwa pekerja migran akan berhak atas upah minimum 9.620 won (Rp111 ribu) atau sama seperti warga Korea.
"Tidak ada solusi satu-untuk-semua untuk tingkat kelahiran rendah," kata Oh. "Tujuannya adalah untuk membuka semua kemungkinan saat kita menghadapi krisis negara kita terancam menghilang," tambahnya.
Lusinan kelompok masyarakat sipil mendorong pemerintah untuk membatalkan rencana itu, mengatakan seharusnya lebih fokus untuk memotong jam kerja panjang di negara itu.
"Orang tua membutuhkan waktu lebih banyak untuk dihabiskan bersama anak mereka, bukan butuh orang lain untuk membesarkan anak-anaknya," kata Wakil Ketua kelompok sipil Politicalmamas.
Sumber: Reuters
Baca juga: Angka kelahiran di Korsel capai rekor terendah pada November
Baca juga: Angka kelahiran di Korea Selatan terus merosot
Penerjemah: Arie Novarina
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023