Ketika pandemi COVID-19, banyak korban yang meninggal karena pneumonia, artinya tidak bisa dianggap enteng karena bisa menimbulkan kematian
Jakarta (ANTARA) - Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi mengimbau masyarakat untuk tidak menganggap enteng dampak yang ditimbulkan oleh polusi udara seperti pneumonia.

"Ketika pandemi COVID-19, banyak korban yang meninggal karena pneumonia, artinya tidak bisa dianggap enteng karena bisa menimbulkan kematian," katanya dalam diskusi terkait polusi udara yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Nadia mengatakan pneumonia merupakan dampak berkepanjangan dari polusi udara yang disepelekan.

Mula-mula, dia menjelaskan, diawali dengan batuk dan pilek, yang diakibatkan oleh reaksi alergi terhadap polutan yang berada di udara selama berkepanjangan.

Baca juga: Tekan polusi, Pemkot - PLN berencana bangun SPKLU di Jakarta Timur

Lama-kelamaan, sambungnya, akan berpengaruh kepada kondisi kesehatan yang tidak fit, yang dapat memperbesar risiko penularan bakteri hingga terjadinya infeksi.

"Pada kondisi berat, infeksi bakteri tersebut dapat menjadi pneumonia," ujarnya.

Selain itu, kata Nadia, para penderita asma umumnya akan lebih sering mendapat serangan asma di kala terpapar polusi udara.

Jika masyarakat terus terkontaminasi dengan polusi udara dalam waktu yang lama, sambungnya, maka dapat menyebabkan hal buruk pada kesehatan manusia.

"Dalam jangka panjang keterpaparan terhadap polutan ini, tentunya akan ada penyakit lagi yang kita lihat tiga terbanyak, yaitu kanker paru, TB, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)," tutur Nadia.

Baca juga: Dinkes: Polusi udara penyebab kematian kelima tertinggi di Indonesia

Untuk itu, kata Nadia, Kemenkes RI telah melakukan berbagai upaya, yang diawali dengan melakukan kampanye gerakan 6M&1S, yang terdiri atas memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau laman web, kedua mengurangi aktivitas luar ruangan dan menutup ventilasi rumah, kantor, sekolah, dan tempat umum di saat polusi udara tinggi, dan ketiga menggunakan penjernih udara dalam ruangan.

Kemudian, keempat menghindari sumber polusi dan asap rokok, kelima menggunakan masker saat polusi udara tinggi, keenam melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta segera konsultasi secara daring atau luring dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan.

"Ini yang tentunya menjadi langkah kita bersama, maka masyarakat perlu menjaga diri dan jangan anggap enteng (soal dampak polusi udara)," ucap Siti Nadia Tarmizi.

Baca juga: Legislator minta DKI tetapkan standar industri penyumbang polusi

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023