Kata asosiasi pecinta kopi, biji kopi dari Manokwari hasilnya sangat baik. Itu jadi peluang sangat menjanjikan.

Manokwari (ANTARA) - Budi daya kopi saat ini menjadi peluang yang menjanjikan bagi para petani Orang Asli Papua (OAP) di dataran tinggi Kabupaten Manokwari, Papua Barat karena memiliki harga jual cukup tinggi.

"Kata asosiasi pecinta kopi, biji kopi dari Manokwari hasilnya sangat baik. Itu jadi peluang sangat menjanjikan. Sekarang petani bisa menjual biji kopi Rp70 ribu per kg, bahkan Rp80 ribu per kg kalau sudah bersih," kata Kepala Dinas Pertanian, Hortikultura dan Tanaman Pangan Manokwari Kukuh Saptoyudo, di Manokwari, Kamis.

Kukuh menjelaskan, saat ini petani kopi di Manokwari lebih serius melakukan perawatan kebun kopinya. Pengetahuan petani merawat kopi sudah lebih baik lagi, karena pendampingan dari pemerintah baik Pemkab Manokwari maupun Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP).

"Masyarakat sekarang sangat antusias, bahkan minta bibit terus pada pemerintah untuk pengembangan lahan kebun kopi. Berbeda dengan dulu, mereka juga rutin memotong pohon kopi agar tinggi," ujarnya pula.

Ia mengatakan lagi, kopi yang dikembangkan di Manokwari jenis kopi arabika. Bibit didatangkan Pemkab Manokwari bekerjasama dengan Balai Koka di Jember.

Untuk memberdayakan petani kopi, Dinas Pertanian berkolaborasi dengan BSIP, Politeknik Pengembangan Pertanian (Polbangtan) Kementan dan organisasi perangkat daerah (OPD) lain, seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).

Hasil dari pemberdayaan itu, saat ini kopi dari Manokwari menjadi lebih terkenal sehingga pemasarannya juga mudah. Bahkan banyak pedagang yang datang langsung untuk membeli kopi dari petani.

Kopi Manokwari saat ini dikembangkan di daerah dataran tinggi Distrik Warmare. Selain potensial menjadi daerah kebun kopi, di daerah tersebut juga potensial dijadikan desa wisata karena sebagai kawasan hutan lindung.

"Sampai tahun ini sudah 29 hektare kebun kopi yang berada di Distrik Warmare yang tersebar di 13 kampung. Petani menanam kopi di tanah adat masing-masing. Kami pilih budi daya kopi karena kopi bukan tanaman semusim yang membutuhkan penebangan lahan. Awalnya justru kopi membutuhkan pohon lain sebagai pelindung dari paparan langsung matahari. Model ini cocok ditanam di kawasan hutan lindung,” ujarnya pula.
Baca juga: Sebanyak 399 petani milenial Papua dibimbing kelola jagung dan kopi

Pewarta: Ali Nur Ichsan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023