"Selama ini kapasitas produksi rumput laut kering 180 ribu ton per tahun. Tahun ini kami tingkatkan menjadi 200 ribu ton," kata Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis di sela-sela Simposium Ke-21 Rumput Laut Internasional (International Seaweed Symposium/ISS) di Nusa Dua, Bali, Senin.
Dari kapasitas produksi yang mencapai 180 ribu ton itu, sebanyak 169 ribu ton atau senilai 200 juta dolar AS untuk memenuhi pasar ekspor.
Selama ini di pasar ekspor, Indonesia bersaing dengan Filipina. "Namun untuk jenis eucheuma cottonii kualitas produk kita tetaplah nomor satu di dunia," kata Ketua Panitia Nasional ISS itu.
"Secara keseluruhan di Indonesia ada 16 industri pengolahan rumput laut. Paling banyak berada di kawasan Indonesia timur," katanya.
Dengan makin bertambahnya industri pengolahan rumput laut, ARLI meminta pemerintah memberikan insentif dan fasilitas lainnya untuk meningkatkan penerimaan devisa dan menggairahkan petani rumput laut yang selama ini tersebar di daerah-daerah terpencil.
"Kalau bisa hapus saja pajak-pajak yang secara tidak langsung dapat menghambat perkembangan industri rumput laut," katanya mengusulkan.
Indonesia menjadi tuan rumah "21st ISS" yang dihadiri 700 peserta dari 50 negara pada 21-26 April 2013 di Nusa Dua, Kabupaten Badung.
ISS merupakan ajang tiga tahunan sejak pertama kali digelar di Edinburgh, Skotlandia, pada 1952. Sebelum di Bali, ISS terakhir kali digelar di Ensenada, Meksiko, pada 2010.
Pewarta: M Irfan Ilmie
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013