Jakarta (ANTARA) - Perwakilan dari Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia dr Heri Setyanto, Sp.B, FInaCS mengatakan cedera kulit akibat perekat medis (MARSI) kerap dialami anak, pasien unit perawatan intensif (ICU), pasien yang telah menjalani pembedahan dan pasien lanjut usia.

MARSI yang merupakan kependekan dari Medical Adhesive-Related Skin Injury terjadi akibat penggunaan perekat medis atau plester yang kurang tepat sehingga berdampak signifikan terhadap keselamatan dan kenyamanan pasien, seperti kerusakan permukaan kulit yang menimbulkan rasa nyeri, infeksi, perluasan luka, dan lambatnya penyembuhan luka.

Dia melalui siaran persnya, Kamis, menuturkan pada praktiknya sering ditemui kondisi kulit pasien seperti lecet, melepuh atau kulit pasien terkelupas ketika plester dilepaskan.

Menurut observasi yang telah dilakukan PABI, sebanyak 32 dari 36 pasien (88,88 persen) yang mengalami MARSI merasakan nyeri atau sakit mengganggu, dan 6 di antaranya juga mengalami komplikasi infeksi.

Baca juga: Bekas luka operasi kini bisa dihaluskan dengan plester

Terkait kelompok yang rentan terkena MARSI, pakar kesehatan anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Tartila, Sp.A(K) dalam siaran pers yang sama, menyatakan cedera kulit akibat perekat medis (MARSI) kerap dialami anak-anak karena kulit mereka cenderung masih rentan dan sensitif.

Dia merujuk survei singkat Pediatric ICU (PICU) rumah sakit di Indonesia menemukan MARSI sebesar 12 persen dari total 77 pasien.

Lalu, suatu studi menunjukkan bahwa prevalensi MARSI di Pediatric ICU sebesar 23,5 - 54 persen akibat penggunaan plester untuk fiksasi selang napas.

"Untuk itu, kami menekankan pentingnya perhatian yang cermat oleh tenaga kesehatan pada anak-anak dengan faktor risiko yang teridentifikasi seperti usia, durasi rawat inap yang lama, edema, infeksi, atau pembedahan," kata Tartila.

Baca juga: Singapura ciptakan plester cerdas untuk pemulihan luka kronis

Sementara itu, masih dalam siaran pers yang sama, perwakilan dari Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI) Dr dr Kuntjoro Harimurti, Sp.PD-KGer, M.Sc mengakui pada dasarnya hampir seluruh kelompok populasi memiliki risiko untuk terkena MARSI.

Namun, lansia memiliki risiko yang lebih tinggi lagi karena kondisi kulit menurun pada saat penuaan ditambah lanjut usia umumnya mempunyai banyak penyakit, banyak menggunakan obat-obatan, dengan status gizi yang kurang (malnutrisi).

Menurut Kuntjoro bagi pasien lansia MARSI menimbulkan ketidaknyamanan karena rasa nyeri, lamanya waktu penyembuhan luka yang bisa membuat pasien stres, bekas luka, hingga infeksi.

"Jaringan kulit lansia yang cenderung rapuh karena kehilangan kelembaban dan kekenyalan menjadi faktor risiko tersendiri yang menyebabkan semakin tingginya risiko MARSI," kata dia.

Kuntjoro menambahkan, sebuah studi prevalensi yang dilakukan selama 28 hari menunjukkan bahwa pasien berusia 65-74 tahun dalam perawatan penyakit akut rata-rata mengalami cedera kulit akibat perekat sebesar 21,1 persen.

Penelitian lainnya yakni dilakukan di Australia Barat menunjukkan angka prevalensi MARSI mencapai 41 persen dari total 347 pasien, kemudian ada juga studi yang memperlihatkan bahwa setiap 100 pasien lansia yang menerima perekat medis atau plester dalam proses perawatan, sebanyak 55 pasien membutuhkan perawatan tambahan akibat MARSI.

Baca juga: Perbedaan luka akut dan luka kronis, serta penanganannya

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023