Jakarta (ANTARA) - Ketua Tanfidziyah PBNU Periode 2022–2027 Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menilai sosok seorang ibu dapat membantu mencegah lebih dini paham ekstrem, radikal, sikap intoleran, dan teror yang saat ini mengancam anak-anak.
Alissa menjelaskan peran itu dapat dilakukan para ibu dengan menjadi teladan bagi anak-anaknya.
“Seorang ibu melakukan pekerjaan baik dan mulia pasti akan menjadi contoh yang baik pula bagi anak-anaknya. Misalnya, ada seorang ibu berjualan di pasar untuk membantu nafkah keluarga, maka anaknya akan terinspirasi melihat bagaimana ibunya bekerja keras dan menjaga kepercayaan para pelanggannya. Bila perempuan menjadi polwan atau menjadi prajurit, maka itu sekaligus menjadi pesan kepada anak-anaknya bahwa ibunya berkhidmat untuk bangsa,” kata Alissa saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan orang tua, terutama ibu punya peran membentuk generasi muda yang toleran, yaitu dengan mengajarkan "welas asih" kepada anak-anaknya sejak dini.
“Apa yang dibaca dan didengarkan ibu bisa memengaruhi anak, dan ini sudah ada risetnya. Kalau misalnya ibu ini dari sejak masa kehamilan mendengarkan khutbah agama yang baik-baik, maka anaknya mendapatkan asupan yang baik di dalam kandungan. Tetapi kalau, misalnya si ibu yang sedang hamil mengikuti ceramah agama yang mengajarkan kebencian, maka kebencian pula yang akan dikenal bayinya,” kata Alissa Wahid.
Oleh karena itu, dia menilai seorang ibu perlu memperhatikan informasi-informasi dan ajaran yang dia terima karena dapat berpengaruh terhadap wawasan dan pemikiran anak-anaknya.
Baca juga: Alissa Wahid harap perempuan jadi benteng halau kekerasan sejak dini
Baca juga: Alissa Wahid: Kekerasan perempuan tak sejalan dengan perspektif agama
Alissa, yang saat ini menjabat Direktur Nasional GusDurian Network Indonesia (GNI) mengingatkan para ibu yang mengasuh anak dengan penuh kasih sayang dapat membentuk kepribadian anak yang penuh kasih sayang.
“Saya tahu secara langsung bahwa ada orang tua yang mengasuh anaknya dengan menanamkan kebencian kepada orang berbeda agama. Ketika masih dalam kandungan pun, bahkan sang ibu mengelus-elus perutnya sambil mengatakan bahwa orang kafir itu jahat, kita adalah musuh orang kafir dan seterusnya. Sampai ketika anaknya lahir, anaknya juga ditimang-timang dengan pesan itu. Ini sudah masuk dalam kategori ajaran kebencian. Apalagi misalnya kalau nanti pesannya bahwa negara dan Pemerintah Indonesia adalah thaghut, akan jadi apa anaknya nanti? Tentu ini bukan pola pendidikan yang sehat,” kata Alissa.
Dia menilai anak-anak yang diajarkan sejak dini mengenai pentingnya toleransi dan bahaya paham ekstrem akan punya kekebalan. Alissa menyebut ada beberapa kasus anak-anak yang dicoba untuk direkrut menjadi anggota ISIS, tetapi justru gagal karena anak-anak itu punya kekebalan bawaan terhadap paham radikal.
“Karena anak-anak ini dekat dengan orang tuanya, secara sadar dan mandiri mereka berhasil menolak ideologi radikalisme. Kedekatan yang terbangun ini membuat anak-anak ingat ajaran orang tuanya yang membuat mereka tidak tega jika sampai terpengaruh paham radikal dan membuat orang tua mereka kecewa. Ini menjadi pesan penting untuk para orang tua bahwa walaupun mungkin anak remaja sering kali jika dinasihati ngeyel, tetapi ajaran agama yang penuh dengan kebaikan dan kedamaian itu bisa sampai ke anak kita. Jika berhasil, maka ajaran yang baik ini akan jadi vaksin untuk mereka,” kata Alissa.
Dia mengatakan upaya mencegah radikalisme dan terorisme merupakan kerja bersama-sama bukan hanya tanggung jawab negara dan institusi pendidikan, tetapi juga para orang tua.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan dunia pendidikan. Pendidikan formal maupun informal hanya bisa berjalan dengan baik kalau pendidikan anak di keluarga masing-masing berjalan dengan baik. Tidak bisa kemudian kita sebagai orang tua dengan mudahnya lempar tanggung jawab dengan mengatakan, ‘kan anak-anak saya lebih lama di sekolah.’ Begitu pula dunia pendidikan harus menyadari bahwa mereka mengemban tugas untuk mendidik anak-anak Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045,” kata Alissa, yang merupakan putri sulung Presiden Ke-4 RI.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023