Jadi, perputaran uang di rekening itu harus dimonitor.

Badung (ANTARA) - Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan Otoritas Jasa Keuangan Rizal Ramadhani meminta pihak perbankan agar lebih mengenal profil nasabah dan mengawasi transaksi rekening mereka sebagai upaya untuk mencegah terjadinya transaksi perjudian, khususnya judi daring (online).

"Mengenai judi online ini memang prinsip pengenalan nasabah, pembukaan rekening itu yang paling utama sebenarnya. Jadi, OJK melarang semua transaksi keuangan untuk judi online itu," kata Rizal di Kabupaten Badung, Bali, Rabu.

Rizal menyampaikan hal tersebut dalam acara sosialisasi mengenai tindak pidana sektor jasa keuangan kepada jajaran kepolisian dan kejaksaan.

Sosialisasi ini, kata dia, untuk meningkatkan pemahaman terkait dengan pencegahan tindak pidana di sektor jasa keuangan dengan peserta dari jajaran kepolisian dan kejaksaan di wilayah hukum Bali.

Hadir pula pada kegiatan tersebut Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ahelya Abustam, Direktur Pengawasan LJK Ananda R. Mooy, Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Tongam L. Tobing, dan Kapolda Bali yang diwakili Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Kepolisian Daerah Bali Kombes Pol. Roy Hutton Marulamrata Sihombing.

Rizal menekankan bahwa perbankan harus mengenal profil nasabahnya. Apabila transaksi nasabah dicurigai sebagai judi online, harus diawasi.

"Sebenarnya judi online ini bukan pidana umum, melainkan menjadi concern, larangan memfasilitasi kegiatan-kegiatan judi online seperti ini. Judi online ini kalau melibatkan rekening bank, kami minta ditutup," ujarnya.

Terkait dengan antisipasi judi online yang merusak mental bangsa ini, menurut Rizal, tidak terlalu sulit.

"Mudah saja. Kalau rekeningnya digunting, bisa selesai. Masalahnya, sejauh mana bank bisa lihat dana itu untuk judi," katanya.

Dalam kegiatan selama 2 hari di Bali ini, kata dia, ada dua agenda yang dibahas, yakni pertama koordinasi dan sosialisasi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam penyamaan persepsi pemahaman terkait dengan pendataan hukum di institusi keuangan.

Agenda kedua bertemu dengan pelaku industri jasa keuangan untuk mencegah terjadinya hal ini di institusi keuangan.

Baca juga: Bareskrim ingatkan influencer promosikan judi online bisa dipidana
Baca juga: Bareskrim Polri tangkap 31 pelaku judi online di Bali

Sementara itu, Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Tongam L. Tobing mengatakan bahwa pihak bank harus bisa mengenal nasabahnya sehingga tahu apakah dana itu untuk judi atau lainnya.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ahelya Abustam menyebutkan ada sejumlah perkara perbankan yang tengah ditangani saat ini, yakni tiga perkara di Kajati, dua di Kejari Badung, dan enam perkara di Tabanan.

Kalau di kepolisian, kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Kepolisian Daerah Bali Kombes Pol. Roy Hutton Marulamrata Sihombing, yang menjadi fokus adalah menyelenggarakan dan yang bermain judi online.

Menurut dia, judi online ini bukan investasi sehingga yang jadi permasalahan adalah sejauh mana perbankan bisa mengawasi tujuan nasabah buka rekening itu untuk main judi online atau untuk menabung.

"Jadi, perputaran uang di rekening itu harus dimonitor. Kami pun kadang kalau mencurigai suatu transaksi, kami bekerja sama dengan bank untuk mengetahui profil nasabah. Memang ini bukan masalah yang sederhana, ini harus didalami," ucapnya.

Dari data yang dikutip, PPATK mencatat, perputaran uang di rekening para pelaku judi online mencapai Rp81 triliun pada bulan Januari—November 2022. Angka tersebut naik signifikan 42,1 persen jika dibandingkan dengan pada tahun 2021 sebesar Rp57 triliun.

Pada sosialisasi tersebut mengemuka kejahatan keuangan yang memanfaatkan akses digital sejauh ini belum mampu ditekan secara maksimal. Dengan demikian, perlu adanya persepsi bersama agar penanganan perkara dapat berjalan baik.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023