Sentul, Jawa Barat (ANTARA News) - Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo menegaskan, pemerintah menjamin hak setiap siswa mendapatkan pendidikan lebih baik sehingga perguruan tinggi (PT) bisa dituntut jika menolak siswa yang menempuh ujian Paket C sepanjang siswa itu memadai untuk diterima. "Pemerintah tidak pernah menyuruh perguruan tinggi menerima Paket C, tetapi pemegang ijazah Paket C itu memegang hak eligibilitas, yaitu memiliki hak untuk mendaftar seperti yang dimiliki pemegang ijazah biasa," katanya kepada pers di sela acara "Bedah Kampung" di Desa Cipambuan, Sentul, Jawa Barat, Kamis petang. Pemerintah, mengutip ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa saat di Cibinong sebelum acara "Bedah Kampung" itu dimulai, menegaskan tekadnya untuk sekuat-kuatnya tidak akan berkompromi soal standar pendidikan nasional apalagi mengorbankan hal itu. Menurut pemerhati pendidikan nasional, kenyataan selama musim ujian nasional di tingkatan SLTP dan SLTA pada 2006 ini menunjukkan hal yang bertentangan, karena siswa hanya dinilai prestasi dan kemampuan akademisnya berdasarkan ujian bersoal pilihan ganda. Alhasil, banyak siswa yang dinyatakan tidak lulus sekolah alias tidak bisa menggenggam ijazah sehingga tidak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena nilai ujian nasionalnya di bawah standar minimal, yaitu 4,25. Apalagi, terdapat sejumlah besar kasus dimana siswa yang tidak lulus itu justru diterima masuk ke perguruan tinggi negeri di dalam atau luar negeri sejak sebelum mereka menempuh ujian nasional. Mereka diterima berdasarkan pantauan nilai akademis tiap semester sekolahnya masing-masing. Beberapa saat setelah hasil capaian kelulusan siswa itu diumumkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengeluarkan komentar bahwa yang tidak lulus itu adalah siswa yang malas belajar. Sementara banyak di antara siswa itu justru memiliki nilai rapor yang prima sehingga terpilih menjadi calon mahasiswa tanpa testing. Menanggapi masalah itu, Bambang Sudibyo menyatakan, "Masalah mereka diterima atau tidak, itu otonomi perguruan tinggi. Tapi kalau memang memadai untuk diterima tapi ditolak, bisa saja perguruan tingginya yang dituntut karena melanggar hak asasi manusia," katanya. Pemerintah, katanya, sejak awal tidak pernah menggiring siswa yang gagal menempuh ujian nasional untuk mengambil "jalur alternatif", yaitu ujian Paket C. "Yang ada, kenyataannya setelah ujian nasional berlangsung, yang mendaftar ke Paket C itu menjadi banyak. Dan banyak yang mendaftar itu adalah yang tidak lulus di ujian nasional," katanta. Kejar Paket C itu, katanya, `kan sudah ada sejak lama dan menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional. Sehingga sekarang masalahnya bukan seputar Departemen Pendidikan Nasional menyuruh orang yang tidak lulus untuk mengambil Paket C itu. "Itu hak mereka untuk memakai peluang itu karena itu hak, maka kita harus menghormati. Tidak, pemerintah tidak pernah menggiring mereka mengambil Paket C," katanya. Terkait kenyataan ada siswa yang memilih menempuh ujian Paket C, katanya, itu adalah hak mereka yang dijamin Undang-undang, pun di dalam negeri sudah ada yang menerapkan penerimaan mahasiswa negeri bersyarat yang sesuai dengan otonomi perguruan tinggi. Dia juga menyatakan, terkait pemajuan jadwal seleksi penerimaan mahasiswa baru menjadi lebih awal dari jadwal normal, yaitu November, semata-mata bertujuan untuk memperbaiki pelayanan kepada para calon mahasiswa. "Dimajukan tidak masalah, ini menyangkut pelayanan. Ini menyangkut hak atas akses pendidikan warga negara, pemerintah harus melaksanakan hal itu," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006