Jakarta, (ANTARA News) - Tidak terjadi perubahan signifikan tutupan lahan di Sulawesi selama lebih dari 15 tahun yang signifikan menyebabkan Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, dan Jeneponto dilanda bencana banjir dan longsor dan menewaskan lebih dari 200 jiwa. "Tak terbukti terjadi perubahan dari hutan ke non hutan secara signifikan di Sulawesi jika dilihat dari analisis citra satelit, faktornya bukan masalah penggundulan hutan, tetapi lebih pada anomali intensitas hujan," kata Kepala Balai Penelitian Geomatika, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal), Dr Priyadi Kardono kepada pers di Jakarta, Kamis (29/6). Kalau ada area di puncak gunung Lampobatang yang tampak tak ada vegetasi, disebutkannya, itu sudah terjadi sejak lebih dari 15 tahun lalu. Sinjai dan sekitarnya, lanjut dia, memang selalu mengalami banjir tahunan pada bulan Mei-Juni, namun pada 17-20 Juni lalu terjadi anomali hujan yang memicu terjadinya banjir besar dan longsor. Sementara itu, senada dengan Priyadi, Kepala Bidang Pemantauan Sumbar Daya Alam dan Lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Dr Orbita Roswintiarti, mengatakan, faktor hujan dengan intensitas yang sangat tinggi menjadi pemicu utama banjir bandang di Sulawesi. "Intensitas hujan di sana sangat tinggi dalam tiga hari tersebut mencapai 300mm," katanya. Sementara itu topografi empat kabupaten tersebut juga sangat mendukung terjadinya longsor, di mana kemiringan mencapai lebih dari 40 derajat dari mulai bagian puncak hingga tengah, ujarnya. Vegetasi di kawasan tersebut, ujarnya, tidak buruk, dengan jenis vegetasi, pinus, cengkeh atau coklat, namun jenis tanaman tersebut memang tak terlalu kuat untuk menjadi resapan air. Sedangkan struktur pemukiman dan infrastruktur jalan juga tak sesuai dengan kondisi lahan yang terlalu miring, di mana badan jalan dibangun memotong lereng dengan pemukiman sejajar di atas dan di bawahnya, tambah Priyadi. Sementara itu, Ketua Jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin Makassar, Irzal Nur mengatakan, ketika banjir dan longsor terjadi, material terbawa arus sungai yang telah berdebit besar sehingga sungai semakin meluap. Hujan pada 17-20 Juni kali ini, ujarnya, adalah tertinggi selama 15 tahun terakhir dan menyebabkan 72 titik longsor dengan panjang kawasan longsor 25km dengan tujuh titik di antaranya sangat parah. Pola geologi di utara Sinjai, ujar Irzal, berupa pegunungan dibentuk oleh batuan yang telah mengalami pengikisan berupa batuan sedimen berumur lebih tua dari batuan gunung Lampobatang dan telah mengalami pelapukan sehingga secara morfologi rentan.(*)

Copyright © ANTARA 2006