Keamanan hari ini sungguh kacau, saya bisa saja tertembak."

Karakas (ANTARA News) - Pelantikan Presiden Venezuela yang baru Nicolas Maduro pada Jumat terganggu oleh penyusup yang mengenakan jaket merah dan tiba-tiba mengambil mikrofon ketika sang presiden menyampaikan pidato pertamanya.

Insiden itu sempat membuat Maduro menghentikan pidato yang disiarkan secara nasional itu. Dia baru melanjutkan kalimatnya setelah petugas keamanan berhasil mengamankan pria penyusup itu, lapor AFP dan Reuters.

"Keamanan hari ini sungguh kacau, saya bisa saja tertembak," kata Maduro setelah melanjutkan pidatonya di hadapan para hadirin yang juga meliputi para pemimpin dari Brazil, Iran dan Argentina.

Sebelumnya Maduro yang didaulat untuk jabatan enam tahun ke depan itu telah disumpah jabatan di hadapan Majelis Nasional. Maduro merupakan penerus mantan pemimpin revolusioner Venezuela yang wafat akibat kanker pada Maret lalu.

"Saya bersumpah melaksanakan jabatan dengan senantiasa membawa semangat komandan tertinggi (Chavez)," katanya setelah mendengar kalimat yang dibacakan oleh Ketua Majelis Nasional, Diosdado Cabello.

Kemeriahan tumpah ruah ketika presiden baru yang berusia 50 tahun itu secara resmi memimpin Venezuela.

Sahabat dekat mendiang Hugo Chavez seperti Presiden Kuba Raul Castro dan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad tampak hadir bersama sejumlah pemimpin negara-negara Amerika Latin guna meresmikan pemerintahan baru negara kaya minyak itu.

Kembang api yang dinyalakan oleh para pendukung Maduro menggema di seluruh kota, tetapi suara teriakan para pemrotes juga terdengar bersamaan dengan kemeriahan itu. Para pendukung kandidat oposisi, Henrique Capriles, yang kalah tipis dalam pemilu masih menuntut agar hasil pemilu dihitung ulang.

Sebagai penjabat presiden, Maduro dinyatakan menang dalam pemilihan presiden Ahad dengan perolehan 50,75 persen suara, sekaligus mengalahkan Capriles dengan , dengan selisih angka kurang dari dua persen.

Capriles, yang menuduh adanya penyimpangan dalam penghitungan suara, menolak hasil pemilu tersebut. Seruan penolakan juga datang dari AS dan Organisasi Negara Amerika, yang mendorong adanya sebuah proses audit terhadap pemilihan presiden itu.

Meski tanpa dukungan AS, kemenangan Nicolas Maduro mendapat sambutan baik dari hampir seluruh negara di Amerika Latin dan beberapa negara sekutu seperti Iran, Rusia, dan Belarusia. (P012/M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013