Para menteri dan wakil perdana menteri yang merupakan mantan anggota Khmer Merah sekarang bekerja di pemerintahan dan mereka menghambat sidang pengadilan."

Phnompenh (ANTARA News) - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pada Jumat mengatakan negara tersebut menghadapi bahaya perang saudara jika oposisi menang pemilihan umum, yang digelar akhir tahun ini, dan mantan anggota Khmer Merah di barisan pemerintahannya dituntut di pengadilan.

Hun Sen mengungkapkan hal tersebut sebagai teguran untuk pemimpin oposisi Sam Rainsy, yang berjanji menuntut pejabat pemerintah, yang tidak disebutkan namanya, atas tudingan berperan dalam kekuasaan Khmer Merah, jika partai tersebut menang pemilihan umum pada Juli, lapor AFP.

"Saya yakin, perang akan terjadi jika mereka menang pemilihan umum," kata Hun Sen (62 tahun) dalam siaran radio nasional.

"Ia (Rainsy) bahkan belum memegang kekuasaan ketika menyatakan akan membawa pejabat pemerintah itu ke pengadilan. Masalah akan muncul, seperti saat rejim Pol Pot," katanya memberi peringatan, dengan menambahkan bahwa tidak ada seorang pun menunggu ditahan.

Hun Sen yang juga mantan anggota Khmer Merah mengatakan mereka yang menginginkan perdamaian dan pertumbuhan di pemerintah kerajaan itu selayaknya memilih Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang berkuasa.

Lawan utamanya Rainsy memimpin Partai Penyelamatan Nasional Kamboja yang baru dibentuk, namun tinggal dalam pengasingan di Prancis untuk menghindari hukuman penjara atas dakwaan kritiknya memiliki motivasi politik.

Media-media lokal melaporkan, pemimpin oposisi berusia 63 tahun itu pada Rabu dalam sebuah rekaman video menuntut pengadilan atas pejabat senior pemerintah mantan anggota Khmer Merah, dengan tudingan menghambat pengadilan kejahatan perang yang didukung PBB.

"Untuk keadilan, kita tidak boleh menyerah," kata Rainsy seperti dikutip Cambodia Daily, Kamis.

"Para menteri dan wakil perdana menteri yang merupakan mantan anggota Khmer Merah sekarang bekerja di pemerintahan dan mereka menghambat sidang pengadilan," katanya.

Pada November, Komisi Pemilihan Nasional (NEC) mengatakan Rainsy tidak dapat mengikuti pemilu karena dakwaan yang dihadapinya.

Partainya juga hanya memiliki peluang kecil untuk meraih cukup suara untuk menyingkirkan Hun Sen yang telah memimpin negara tersebut sejak 1985 dan akan terus memimpin hingga ia berusia 90 tahun.

Sebelumnya, Rainsy juga menyebut Hun Sen pengecut karena melarangnya ikut pemilu dan menudingnya memanfaatkan NEC untuk memblokir keikutsertaannya.

Namun hal tersebut berulangkali dibantah oleh Hun Sen.

Rainsy merupakan salah satu tokoh politik Kambodia yang lantang bersuara namun ia tinggal dalam pengasingan sejak 2009. Jika kembali, ia menghadapi hukuman penjara 11 tahun untuk berbagai tuduhan.

Ia juga berulangkali mengungkapkan keyakinan partainya bisa mengakhiri kekuasaan Hun Sen yang telah berlangsung selama 28 tahun.

Dibawah "saudara nomor satu" Pol Pot yang meninggal pada 1998, rejim ini menyebabkan hampir seperempat penduduk Kamboja meninggal akibat kelaparan, kelelahan bekerja maupun eksekusi selama 1975 hingga 1979.

PM Hun Sen berulangkali menyatakan keberatannya untuk melanjutkan proses pengadilan dengan alasan hal tersebut akan membuat negara itu terjerumus dalam perang sipil. (S022/B002)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013