Sydney (ANTARA) - Seorang cendekiawan dari Solomon, Transform Aqorau, mengatakan keputusan Pemerintah Jepang membuang air limbah terkontaminasi nuklir ke laut bukan hanya akan menjadi kesalahan kebijakan, melainkan juga retaknya kepercayaan mendalam antara Kepulauan Pasifik dan Jepang.

Wakil rektor Universitas Nasional Kepuluan Solomon itu, Senin (28/8), menegaskan bahwa konteks perairan tersebut tidak hanya entitas geografis, tetapi juga urat nadi Kepulauan Pasifik yang menopang budaya, mata pencaharian, dan ekosistem.

Di luar implikasi ekonomi langsung, konsekuensi politik mendalam dari keputusan Jepang itu juga harus diakui, kata Aqorau dalam artiket yang tayang di situs web Pacific Islands News Association.

"Pada saat Jepang sedang berupaya mendekati Kepulauan Pasifik, terutama karena meningkatnya persaingan geopolitik di kawasan tersebut, langkah ini justru menjadi suatu kontradiksi yang mencolok terhadap upaya diplomatik mereka," katanya.

Keputusan Jepang tersebut, terlepas dari label "daur ulang" mereka, mengirimkan pesan jelas tentang bagaimana Jepang menghargai hubungan dalam skema kepentingan nasional lebih luas.

Selain itu, tambahnya, sikap Jepang tersebut menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan komitmen negeri sakura tersebut terhadap negara-negara tetangganya di Pasifik.

"Ini bukan hanya menyangkut masalah lingkungan, melainkan juga rusaknya kepercayaan dan hubungan persahabatan," kata Aqorau.

Dampaknya mungkin akan terus terasa bertahun-tahun ke depan, ujarnya.

Pewarta: Xinhua
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023