Bahan dan alat kedokteran gigi itu 90 persen impor, kenapa tidak, kita menuju pada kemandirian dalam memenuhi kebutuhan ini,

Yogyakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (UGM) drg Suryono, S.H., M.M., Ph.D meyakini kemandirian alat-alat kedokteran mampu mendukung pemerataan tenaga medis hingga di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Dalam taklimat media di Yogyakarta, Senin, ia menilai penelitian dan inovasi para akademisi diperlukan karena pembiayaan alat-alat kedokteran yang minim menjadi salah satu penyebab persebaran tenaga medis masih belum merata.

"Bahan dan alat kedokteran gigi itu 90 persen impor, kenapa tidak, kita menuju pada kemandirian dalam memenuhi kebutuhan ini," katanya.

Ia meyakini dengan adanya penelitian dan inovasi dari dosen dan berbagai pihak, nantinya bisa dimanfaatkan untuk pengembangan yang berguna bagi layanan kesehatan masyarakat.

Inisiatif inilah yang dianggapnya belum banyak ditumbuhkan dalam bidang kesehatan.

Menurut dia ada tiga pokok utama yang menjadi problem dan memicu ketimpangan kesejahteraan dan aksesibilitas kesehatan.

Pertama, kata dia, adalah masalah pemerataan tenaga kerja kesehatan, berikutnya aksesibilitas masyarakat, khususnya masyarakat tidak mampu.

"Meskipun saat ini kita sudah mempunyai PBI (Penerima Bantuan Iuran), tapi itu tidak membuat masalah aksesibilitas ini teratasi. Kendala seperti transportasi, kondisi geografis, bahkan ketidakmampuan masyarakat untuk menggunakan haknya dalam BPJS juga menjadi hambatan," katanya.

Menurut dia, masih banyak penduduk yang harus menempuh perjalanan berjam-jam, bahkan berhari-hari hanya untuk datang ke rumah sakit.

Kondisi tersebut, kata Suryono, kemudian diperparah dengan minimnya persebaran tenaga medis di daerah terpencil, serta fasilitas kesehatan yang tidak memadai.

Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Ketahanan Laksono Trisnantoro mengatakan saat terdapat 3.000 puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia.

Meski demikian, dia belum mengetahui apakah seluruh puskesmas tersebut memiliki poli gigi atau dokter gigi.

Permasalahan aksesibilitas itu, menurut dia, juga ada faktor lain selain kurangnya sarana kesehatan, yaitu tenaga medis.

"Maka dari itu dalam undang-undang, kami berinisiatif, bisa nggak kalau dokter umum itu dilatih secara khusus untuk menangani pasien yang harusnya ditangani dokter spesialis," demikian Laksono Trisnantoro.

Baca juga: Kemenkes buka pameran alat kesehatan dalam negeri

Baca juga: Kemenperin minta rumah sakit gunakan ventilator karya anak bangsa

Baca juga: Kemkes: Butuh multidisiplin ilmu produksi alkes dalam negeri

Baca juga: Menkes apresiasi perusahaan yang mampu produksi alkes di dalam negeri

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023