Pemerintah berencana membentuk Lembaga Penjaminan Polis (LPP) asuransi yang akan diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan

Jakarta (ANTARA) - Presiden Jokowi pada Februari 2023 minta jajaran yang mengatur sektor jasa keuangan segera menindaklanjuti berbagai laporan masyarakat terkait industri asuransi.

Salah satu laporan yang dimaksud Presiden Jokowi dimiliki oleh Christian, pemegang polis Warnaartha Life (WAL) dan Kresna Life. Izin usaha kedua perusahaan asuransi ini dicabut masing-masing pada 5 Desember 2022 dan 23 Juni 2023.

Saat ini, Christian masih harus menunggu kelanjutan penanganan likuidasi aset WAL oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kepolisian Republik Indonesia, yang akan memengaruhi jumlah dana yang dikembalikan kepadanya.

Pengesahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU P2SK) dinilainya membuat pengembalian dana nasabah WAL menjadi lebih lambat. Lebih dari itu, dana yang kembali kepada nasabah pun berpotensi hanya sedikit.

Pasalnya, polisi enggan melanjutkan penyidikan kasus WAL karena penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan kini menjadi kewenangan tunggal OJK, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Ayat 5 UU P2SK.

Christian pernah menghitung bahwa dengan penanganan saat ini, dari setiap Rp1 miliar dana nasabah di WAL, yang berpotensi kembali ke nasabah hanya Rp9 juta.

Selain itu, ia juga masih harus menunggu hasil kerja tim likuidasi Kresna Life, untuk mendapatkan dananya kembali.

WAL dan Kresna Life merupakan dua asuransi yang telah dicabut izin usahanya oleh OJK setelah tidak “lulus” dari pengawasan khusus.

Kinerja industri asuransi

Dengan berbagai kasus yang dihadapi oleh industri asuransi jiwa, dilihat dari sisi aset, kinerja industri asuransi jiwa dalam 3 tahun terakhir tercatat masih mengalami peningkatan.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat nilai aset asuransi jiwa pada kuartal I 2023 mencapai Rp611,52 triliun atau terus bertumbuh rata-rata sebesar 2,8 persen per tahun dari Rp578,86 triliun pada kuartal I 2021.

Namun demikian, dari sisi pendapatan, dalam tiga tahun terakhir, pendapatan industri asuransi jiwa menurun sekitar 6,8 persen per tahun, dari Rp62,66 triliun per kuartal I 2021 menjadi Rp54,36 triliun di kuartal I 2023.

Pendapatan asuransi jiwa pada kuartal I 2023 juga menurun 12,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp62,27 triliun.

Pendapatan asuransi jiwa menurun karena penurunan pendapatan premi sebesar 6,9 persen secara tahunan dari Rp48,99 triliun menjadi Rp45,6 triliun.

Menurut AAJI, pemberlakuan Surat Edaran OJK Nomor 5 Tahun 2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) yang berlaku penuh pada 14 Maret 2023 lalu memengaruhi pendapatan asuransi jiwa dari PAYDI, yang preminya menurun 20 persen secara tahunan.

“Perusahaan asuransi jiwa memilih untuk menyesuaikan PAYDI mereka terlebih dulu dengan regulasi terbaru OJK sebelum kembali memasarkan kepada masyarakat," kata Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu kepada ANTARA.

Di samping itu, premi PAYDI juga menurun karena nasabah beralih ke produk asuransi yang lebih tradisional, yang hanya menawarkan proteksi.

Mengembalikan kepercayaan publik

Surat Edaran OJK tentang PAYDI menjadi salah satu upaya OJK mengembalikan kepercayaan masyarakat pada industri asuransi.

Melalui surat edaran ini, OJK meminta industri asuransi memperbaiki praktik pemasaran PAYDI agar lebih transparan.

Agen asuransi diharapkan memastikan pemegang polis PAYDI benar-benar telah memahami PAYDI yang mereka beli, termasuk manfaatnya, biaya-biaya yang perlu dibayar, dan risiko yang ditanggung oleh pemegang polis.

Pasalnya, OJK menilai masyarakat dengan tingkat literasi asuransi yang rendah, masih kesulitan memahami PAYDI yang kompleks karena produk itu menggabungkan unsur asuransi dan investasi.

Pada 2022, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK), indeks literasi asuransi Indonesia baru mencapai 31,72 persen.

Selain SE terkait PAYDI, OJK juga akan mengatur industri asuransi agar memulai Penerapan Standar Akuntansi (PSAK) 74 tentang kontrak asuransi pada 1 Januari 2025.

Dengan PSAK 74, perusahaan asuransi diharapkan membuat laporan keuangan yang mencerminkan kondisi kinerja perusahaan yang sebenarnya.

OJK juga sedang melakukan finalisasi terhadap pengaturan ulang permodalan minimum perusahaan asuransi yang saat ini dinilai terlalu rendah dan tak sebanding dengan risiko yang dihadapi.

Dengan ekuitas yang lebih besar, perusahaan asuransi akan memiliki bantalan yang lebih besar dalam menyerap risiko-risiko yang timbul dari aktivitas investasi dan pengelolaan aset perusahaan.“Dengan begitu, perusahaan memiliki dukungan permodalan yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban pembayaran perusahaan kepada pemegang polis,” kata Plt. Kepala Grup Komunikasi Publik OJK Sekar Putih Djarot kepada ANTARA.

Terkait hal ini, AAJI dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mendukung OJK, tapi mereka meminta kenaikan modal minimum industri asuransi agar dilakukan bertahap.

Pasalnya, industri asuransi, baik asuransi umum maupun asuransi jiwa, diperkirakan memerlukan waktu lebih lama untuk memenuhi ketentuan modal minimum tersebut.

"Hal terpenting yang kiranya perlu segera dilakukan bersama adalah memperbaiki kondisi pasar asuransi umum agar lebih kondusif. Dengan demikian, asuransi umum akan dapat menghasilkan profit yang lebih besar sehingga otomatis akan meningkatkan ekuitas masing-masing perusahaan asuransi," kata Direktur Eksekutif AAUI Bern Dwyanto kepada ANTARA.

Pembentukan lembaga penjaminan polis

Pada saat yang sama, Pemerintah juga berencana membentuk Lembaga Penjaminan Polis (LPP) asuransi yang akan diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 2028 atau 5 tahun setelah UU P2SK disahkan.

Pemerintah sebetulnya telah merencanakan pembentukan LPP pada 2017 atau 3 tahun sejak Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian disahkan, tetapi pembentukan LPP belum dapat terealisasi karena berbagai kendala.

OJK sedang melakukan pembahasan bersama LPS terkait kriteria perusahaan asuransi yang dapat mengikuti program penjaminan polis.

Penjaminan polis yang akan dilakukan, antara lain, adalah polis proteksi, bukan polis investasi.

Asosiasi industri asuransi umum dan jiwa mendukung pembentukan LPP yang diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.

AAUI berharap LPS memperhatikan beberapa hal terkait penjaminan polis, seperti standar perusahaan asuransi yang produknya dijamin, syarat produk asuransi yang dijamin, dan nilai penjaminannya.

Dari hasil pertemuan dengan LPS, ujar Bern, AAUI mendapati informasi bahwa perusahaan asuransi wajib ikut program penjaminan polis. Namun ada syarat atau ketentuan yang harus diikuti sehingga hanya perusahaan asuransi yang sehat yang dapat mengikuti program penjaminan dengan detail yang akan diatur dalam peraturan Pemerintah.

Untuk membentuk LPP, LPS akan menambah anggota dewan komisioner yang akan membidangi program penjaminan polis, yang setidaknya akan diangkat pada tahun 2027.

“LPS menyambut baik adanya beberapa perubahan pengaturan tersebut, termasuk adanya mandat baru yang diberikan kepada kami," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam keterangan resmi, beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, Purbaya menuturkan LPS juga akan membuka kantor perwakilan (kanwil) baru. Beberapa kanwil akan beroperasi pada 2024, yakni Kanwil Jawa Timur yang berlokasi di Kota Surabaya, Kanwil Sumatera Utara di Kota Medan, dan Kanwil Sulawesi Selatan berlokasi di Kota Makassar.

Keberadaan kanwil LPS di beberapa kota tersebut diharapkan dapat mendukung sosialisasi dan edukasi mengenai peran dan fungsi LPS, termasuk peran baru LPS untuk menjamin polis asuransi pada tahun 2028.

Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan asuransi dapat terus menguat.






Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023