Itu solusi terbaik yang ada saat ini. Berapa harganya nanti pada waktunya akan disampaikan,"

Jakarta (ANTARA News) - Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan, penerapan dua harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi merupakan solusi terbaik yang ada saat ini untuk menjaga fiskal agar tetap aman.

"Itu solusi terbaik yang ada saat ini. Berapa harganya nanti pada waktunya akan disampaikan," kata Firmanzah kepada Antara seusai menjadi pembicara dalam acara Peluncuran Resmi Kemitraan Citibank Indonesia dan Mandiri Investasi, di Jakarta, Kamis malam.

Pernyataan Firmanzah menyikapi wacana pemerintah menerapkan dua harga BBM bersubsidi. Nantinya pengguna mobil pribadi harus membayar lebih mahal untuk memperoleh BBM bersubsidi, sedangkan kendaraan roda dua, angkutan umum dan pelat kuning, tetap seharga Rp4.500 untuk BBM berjenis premium.

"Walaupun sempat dikaji juga opsi kenaikan harga BBM bersubsidi secara merata untuk semua jenis kendaraan, tetapi pemerintah tidak ingin ada komplikasi masalah inflasi, pengangguran dan kemiskinan, maka solusi terbaiknya dua harga," kata dia.

Dia mengatakan bahwa Pertamina telah menyatakan kesiapannya mengimplementasikan dua harga BBM bersubsidi di seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Seluruh pemerintah daerah, aparatur negara dan kementerian terkait juga siap bahu-membahu merumuskan pengawasan BBM bersubsidi dengan dua harga, yakni melalui sistem teknologi.

Dalam kesempatan tersebut Firmanzah juga menyampaikan bahwa secara umum pertimbangan pemerintah dalam pengendalian BBM bersubsidi adalah fiskal, inflasi dan kesejahteraan masyarakat miskin yang harus terus dijaga.

Terkait masyarakat miskin, pemerintah menurut dia akan mencermati faktor daya beli masyarakat dalam mengambil kebijakan pengendalian BBM bersubsidi.

"Pemerintah cermati daya beli masyarakat. Karena kalau daya beli masyarakat turun, maka pertumbuhan ekonomi akan drop," kata Firmanzah.

Menurut dia pemerintah menginginkan adanya keseimbangan antara menjaga fiskal dengan menjaga kesejahteraan masyarakat miskin.

"Kita ini sensitif terhadap inflasi. Pemerintah ingin opsi pengendalian BBM yang diambil tidak menimbulkan gejolak. Kita ingin tercipta keseimbangan antara menjaga fiskal dan menjaga kesejahteraan masyarakat miskin," ujar dia.

Dia mengatakan saat ini jumlah masyarakat miskin 25 juta jiwa, dan yang rentan miskin 74--75 juta jiwa. Sedangkan masyarakat menengah 100 juta jiwa dan masyarakat berdaya beli tinggi 45--50 juta jiwa.

"Presiden selalu menyampaikan ke menteri agar jangan hanya melihat masyarakat berdaya beli tinggi, tapi masyarakat miskin dan rentan miskin," kata dia.

Firmanzah mengatakan pemerintah perlu mengendalikan BBM bersubsidi sebab tanpa pengendalian, volume BBM bersubsidi yang dipatok sebesar 46 juta kiloliter tahun ini akan melonjak menjadi 53 juta kiloliter dan berdampak pada tanggungan subsidi sebesar Rp270 triliun.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013