Saya ingin punya karya real,

Jakarta (ANTARA) - Namanya Mangihut Hasudungan. Kerap disapa Iyut. Selagi duduk di bangku SMA pada 2004, Iyut bergabung dalam ekstrakurikuler pecinta alam.

Kala itu, ketika seniornya membawa sebuah artikel tentang Willem Sigar Tasiam yang memecahkan rekor ekspedisi, Iyut terinspirasi prestasi Willem dan bermimpi mendaki 100 gunung mengikuti jejak pendaki idolanya sampai saat ini.

Pada saat itu juga, pada usia 17 tahun Iyut tertarik pada konflik Timur Tengah yakni Palestina dan Israel. Iyut memilih Palestina sebagai "lokomotif" atau ikon untuk mengampanyekan kemanusiaan melalui aksi pendakian 111 puncak gunung. Palestina dinilai layak dipilih sebagai ikon tentang penderitaan luar biasa akibat ketidakadilan dan penindasan selama lebih dari 70 tahun yang dilakukan Israel. Bahkan konflik tersebut masih berlangsung sampai detik ini.

Keresahan Iyut terhadap konflik tersebut membuat dirinya merasa terpanggil dan harus berbuat sesuatu. Dua faktor itulah yang melatarbelakangi ekspedisi 111 gunung dalam 2 tahun.

Idola Iyut adalah pendeta Kristen Palestina ternama Naim Stifan Ateek dan pejuang Kristen Palestina George Habash.

Sebagai orang yang lahir dari keluarga Kristen, apa yang dilakukan Naim Stifan Ateek dan George Habash menjadi paradigma utama Iyut dalam memandang konflik Palestina-Israel. Terkait Naim Stifan Ateek, Iyut mengetahuinya dari buku ‘Palestina Milik Siapa’ yang ditulis Gary M Burge.

Selain gemar melakukan pendakian, Iyut juga aktif di LPBH FAS (Lembaga Penyadaran dan Bantuan Hukum Forum Adil Sejahtera) dan tercatat sebagai sukarelawan komunitas Charity in Unity serta menjabat sebagai Ketua Departemen Antar Lembaga di serikat buruh FGSBM (Federasi Gabungan Serikat Buruh Mandiri).

Pendakian dimulai

Iyut mengawali ekspedisinya dengan mendaki Gunung Rante 1 di Jawa Timur pada 14 Agustus 2021. Semula dia berencana memulai ekspedisi pendakian 111 gunung selama dua tahun pada usia 30 tahun, namun mimpinya baru terwujud pada 2021 saat menginjak usia 34 tahun.

Awalnya ada perasaan berat seperti mustahil untuk melakukan ekspedisi, bahkan ada perasaan ingin menyerah saat melakukan pendakian ke 70 atau 80 walaupun ujung-ujungnya, Iyut berani men-declared mimpinya tersebut saat pendakian gunung ke-100.

Selama pendakian, pria kelahiran Bogor 23 Februari 1987 itu dihadapkan pada pro dan kontra terutama dari sang ibu yang merupakan aktivis di gereja. Lewat 'curhatan' ke sang ibu, Iyut berkata ingin membuat bangga orang tua dan mimpinya itu bukan hanya sekadar pendakian, namun akan dijadikan amal jariyah lewat sebuah buku.

"Saya ingin punya karya real," kata Iyut saat itu kepada sang ibu. Hati ibunya pun akhirnya luluh dan memahami apa yang akan dilakukan anaknya.

Selama menjalani ekspedisi, Iyut sudah menggelontorkan Rp310 juta dari kantong pribadi yang terkumpul dari uang pesangon (resign 3 tahun lalu) dan saldo BPJSTK serta tabungan saat bekerja sebagai buruh pabrik di Cikarang selama 13 tahun.

Sekitar 80 persen pendakian dilalui Iyut dengan menggunakan sepeda motor dan sisanya 20 persen menggunakan pesawat karena beberapa daerah mengharuskan melintas di udara.

Selama pendakian dua tahun, ada momen-momen yang mengharuskan Iyut pulang ke rumah seperti saat terjadi cedera lutut dan saraf kejepit, saat adik melahirkan dan ketika dipanggil untuk menjadi sukarelawan di tempat lain. Iyut berprinsip bahwa pendakiannya adalah untuk kemanusiaan dan hanya akan berhenti alias pulang dari pendakian untuk alasan kemanusiaan juga.

Iyut merasa tidak puas dengan ekspedisi pendakiannya lantaran 90 persen dari enam lapis rencananya gagal dieksekusi karena faktor La Nina 3 tahun.

Dia tidak menduga akan satu hal yakni memperhitungkan faktor tersebut yang menyebabkan hampir 80 persen pendakiannya dalam kondisi hujan bahkan sejak pendakian pertama pada Agustus yang biasanya kemarau.

Selama pendakian banyak pengalaman berkesan yang dia dapatkan seperti saat melihat beruang kuskus dua kali di dalam hutan secara langsung sebab hewan tersebut adalah hewan endemik Sulawesi yang hampir punah.

Kemudian saat menelepon sang ibu 20 menit sebelum puncak gunung api Lewotolok di Lembata. Pada saat itu Iyut merasa tidak yakin bakal selamat setelah mendengar suara dentuman erupsi. "Saya sampai menelepon ibu sebelum ke puncak," katanya.

Melihat kawanan kuda di puncak gunung api Boleng di Pulau Adonara juga menjadi hal yang berkesan, sebab tidak ada pemandangan seperti itu di gunung api mana pun di dunia ini.

Tudingan fitnah kasus korupsi BTS yang menyeret namanya juga mewarnai pendakian Iyut. Saat itu, selama tujuh hari pendakian di atas gunung tidak ada sinyal dan ketika dirinya turun gunung, gawainya dipenuhi ratusan pesan via Whatsapp maupun Twitter yang menanyakan kabar tersebut. Akan tetapi, Iyut tetap fokus untuk menyelesaikan ekspedisi impiannya itu.

Tangkapan layar Mangihut Hasudungan yang melalukan ekspedisi pendakian 111 Gunung dalam dua tahun untuk Palestina. ANTARA/HO-Asri Mayang Sari

Setiap gunung punya cerita dan perjuangannya masing-masing. Misalnya saat di Gunung Curunumbeng/Surunumbeng/Mblek/Rongkong/Desu, gunung tertinggi di kawasan Satarmese di pedalaman Manggarai Barat selatan, Flores. Ada cerita menarik soal penamaan gunung tersebut.

National Geographic dan warga Desa Surunumbeng menyebutnya gunung Surunumbeng dan warga kampung Bumbek yang menjadi akses masuk pendakian, meyakini bahwa namanya Poco Rongkong karena itu adalah nama yang diwarisi oleh nenek moyang mereka.

Ada juga Daniel Quinn, pendaki asal Inggris pemegang rekor pendakian Indonesia ( lebih 170 gunung), yang menyebut Poco Desu bukan gunung yang tertinggi dan dia lebih memilih nama Curunumbeng dan Mblek.

Sementara itu, Pemerintah via Bakosurtanal menamainya Poco Desu dan Poco Rongkong versi Bakosurtanal adalah gunung di sebelah Poco Desu. Lain halnya dengan warga Desa Mblek yang menyebutnya gunung Mblek. Akan tetapi Iyut lebih memilih nama Poco Rongkong untuk menghormati warga kampung Bumbek yang menghantarkannya ke puncak gunung.

Di gunung inilah Iyut membutuhkan waktu sampai 23 hari untuk mencari informasi tentangnya. Tinggal di empat desa dan tiga kampung untuk menggali informasi dan baru hari ke-24 bisa melakukan pendakian. Menurut informasi yang ada, sudah 50 tahun tidak ada yang pernah ke puncak tertingginya.

Iyut sangat ngotot dan terobsesi untuk mendakinya sebab gunung tersebut adalah satu-satunya gunung dalam daftar 170-an gunung di Indonesia yang gagal didaki Daniel Quinn. Dia hanya sampai di 300 meter sebelum puncak gunung pada 2013.

Bagi Iyut, mendaki gunung yang gagal ditaklukkan oleh "dewa" pendaki Dan Quinn serta belum pernah didaki oleh Willem Sigar Tasiam adalah sebuah pencapaian yang langka.

Gunung Amagelu di Kabupaten Nagekeo di pedalaman Flores juga membutuhkan perjuangan, kenapa? Karena hanya tiga kelompok/orang di luar warga lokal yang pernah sampai di puncaknya.

Pada 1990, seorang warga negara Jerman berhasil mencapai puncak dan pada 2000 empat pendaki asal Sulawesi Selatan membangun tugu di atasnya dalam ekspedisi 2 minggu. Iyut termasuk yang sukses mencapai ujung pendakian pada 2022.

Yang juga membutuhkan perjuangan yakni Gunung Bukit Raya di Kalimantan Tengah. Kala itu untuk pertama kalinya Iyut mengalami mimisan saat mendaki karena 40 jam tidak bisa tidur akibat demam terkena gigitan lintah. Bagi Iyut, menghalau ratusan pacet dalam pendakian 5 hari 4 malam, menjadi pendakian paling "berdarah".

Iyut menutup ekspedisi pendakian 111 gunung selama 2 tahun di Gunung Rantekambola di Sulawesi Selatan pada 10 Agustus 2023.

Sementara itu, Gunung Rante Mario (3.443 mdpl) di Sulawesi Selatan adalah yang tertinggi di Sulawesi sekaligus gunung yang selalu menjadi penutup ekspedisi Willem. Keduanya berada di Enrekang Sulsel dan termasuk gunung dalam gugusan Pegunungan Latimojong.

"Karena pendaki idola saya Bang Willem Sigar Tasiam ​​​​​selalu menutup ekspedisi-ekspedisi fenomenalnya di Sulawesi Selatan. Jadi untuk menghormati pendaki idola saya itu."

Mimpi selanjutnya

Lewat pendakian 2 tahun itu, Iyut ingin berbagi ke anak-anak muda bahwa kegiatan mendaki perlu dibarengi dengan menyuarakan/mengampanyekan aksi kemanusiaan tentang apa pun isu yang hendak diangkat. Iyut tidak pernah berniat mengajak atau membawa serta keluarga untuk mewujudkan ekspedisi pendakiannya lantaran terlalu berbahaya.

Ekspedisi 111 gunung kali ini menjadi bagian awal dari tetralogi ekspedisi yang telah direncanakan Iyut sejak belasan tahun lalu. Bagian kedua ekspedisi pendakian 222 gunung pada 2025 dan pendakian 333 gunung pada 2027 serta pendakian 1000 gunung yang sekaligus menjadi penutup, menjadi mimpi-mimpi Iyut selanjutnya.

“Tetralogi 1 sampai 3 untuk Palestina dan sisanya universal. Palestina sebagai lokomotifnya," katanya.

Iyut masih membiayai ekspedisinya dari kantong pribadi sebab rasanya mustahil untuk mendatangkan sponsor. Iyut masih belum tahu kapan buku tentang kisah ekspedisi pendakiannya bakal rampung. “Tapi kalau 'kerasukan' yah harusnya bisa di bawah dua tahun,” candanya.

Daftar gunung yang ditaklukkan

Iyut memuai ekspedisi pendakian 111 gunung selama dua tahun dari Gunung Rante 1 dan Rante 2 di Jawa Timur. Gunung Agung, Batur, Abang, Pohen, Secret Hill, Tapak, Bon, Penggilingan, Catur, Adeng, Lesung, Sanghyang di Bali, Gunung Ijen di Jawa Timur, Gunung Batukaru di Bali serta Gunung Lompobattang di Sulawesi Selatan.

Iyut kemudian melanjutkan pendakian ke Gunung Gamalama dan Maitara di Maluku Utara dan Gunung Sindoro, Bismo, Prau, Pakuwaja, Sumbing Kembang di Jawa Tengah dan juga Gunung Dedeng, Mbeililing, Rongkong , Inerie, Kelimutu, Meja, Iya, Ebulobo, Amagelu, Pajung, Egon, Lewotobi Perempuan dan Lewotobi Laki-laki di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pendakian selanjutnya yakni ke Provinsi Sulawesi Selatan di mana terdapat Gunung Bawakaraeng, Bulusaraung, Bulu Baria, Rante Mario, Bubundirangkang, Nenemori, Buntu Batu, Kapurapanggan, Tillok, Tinabang, Pantelloan, Pongkapinjan, Sesean, dan Kandora. Perjalanan dilanjutkan ke Gunung Gede, Pangrango, Salak, Patuha dan Sanggabuana di Jawa Barat serta Gunung Karang di Banten.

Iyut masih harus melangkahkan kakinya ke Gunung Tanggamus, Pesagi, Seminung di Lampung dan Gunung Bedil, Haruman, Wayang, Windu, Harendong, Cisangkuy, Datar Tulang, Paseban di Jawa Barat serta Gunung Batok, Widodaren, Watangan, Kursi, Bromo di Jawa Timur.

Gunung Ungaran, Andong, Lawu, Merbabu dan Slamet di Jawa Tengah juga masuk dalam daftar pendakian Iyut. Kemudian Gunung Ciremai, Papandayan, Cikuray, Sagara, Guntur, Kendang, Malabar di Jawa Barat dan Gunung Kaba serta Daun di Bengkulu.

Demi mewujudkan mimpinya Iyut juga mendaki Gunung Sibayak dan Pusuk Buhit di Sumatera Utara, disusul Gunung Gumuruh di Jawa Barat dan Gunung Boleng, Lewotolok, Uyelewun, Werung, Mauraja, Labalekang, Sirung serta Koya-koya di Nusat tenggara Timur (NTT).

Gunung Pulosari di Banten, Sangar di Jawa Barat, Muria di Jawa Tengah, Penanggungan di Jawa Timur, Bukit Raya di Kalimantan Tengah, Bukit Kelam di Kalimantan Barat dan Gunung Arjuna, Kembar 2, Kembar 1, Welirang dan Buthak di Jawa Timur serta Gunung Rantekambola di Sulawesi Selatan menutup perjalanan Iyut.

Sebanyak 50 gunung berada di Pulau Jawa dan sisanya 61 Gunung di luar Pulau Jawa. Pendakian gunung di provinsi lain seperti Nusa Tenggara Barat dan Papua sudah didatangi Iyut, namun sayangnya gagal untuk dilakukan pendakian, antara lain, disebabkan faktor OPM di Papua dan faktor badai di Gunung Rinjani.

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023