Jakarta (ANTARA) -
Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Imam Gunarto menyampaikan bahwa pemahaman arsip geopolitik dan geostrategi di Indonesia mampu menjadi salah satu bekal untuk mengatasi polusi budaya.

Mengenai adanya polusi budaya di Indonesia, menjadi sorotan Presiden Joko Widodo saat menyampaikan sambutan pada sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2023.
 
“Masalah polusi budaya ini menjadi tugas kita semua, termasuk kearsipan Indonesia agar lebih giat menggali dan menyebarluaskan inspirasi, semangat kebangsaan, kebijakan dan kebajikan yang terkandung di dalam arsip sebagai memori kolektif bangsa,” kata Imam dalam seminar nasional “Marwah Geopolitik dan Geostrategi dalam Arsip” yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
 
Imam menjelaskan, konsep geopolitik dan geostrategi pertama kali digunakan oleh kalangan elit Eropa, tetapi sebetulnya sudah lama berkembang di Nusantara.
 
“Konsep yang mirip sebenarnya telah berkembang di Nusantara, dan itu dapat kita ketahui dalam naskah kuno keraton Surakarta, Raden Sunarto Sastrowardoyo, beliau mendapatkan wangsit atau ilmu, bahwa interaksi unsur-unsur alam seperti api, air, angin, dan tanah yang berada di satu wilayah sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan kondisi fisik penduduk yang mendiami wilayah tersebut,” paparnya.
 
Imam melanjutkan, karakter dan kondisi fisik suatu bangsa merupakan salah satu studi penting dalam geopolitik, yang dipandang oleh Bung Karno sebagai Presiden pertama RI sebagai salah satu unsur utama untuk membuat keputusan atau kebijakan.  
 
“Pemahaman terhadap geopolitik bagi para pembuat keputusan sangatlah penting, dan beliau (Bung Karno) banyak memberikan contoh dan ajaran yang sangat jelas dalam geopolitik, semua contoh dan ajaran tersebut tersimpan di dalam arsip,” ujar dia.
 
Imam juga menjelaskan, saat ini banyak cendekiawan yang memiliki ujung pena dan ujung lidah yang sangat tajam, untuk itu ia menekankan agar setiap ilmu yang ditularkan oleh para cendekiawan tidak menjadi senjata untuk memecah belah bangsa.
 
“Ujung pena kaum intelektual, penulis, sejarawan memang harus tajam menyingkap masa silam dan kebenaran, tetapi torehannya janganlah mengandung hawa panas yang berpotensi memecah belah bangsa,” tutur dia.
 
“Kaum intelektual adalah palang pintu penjaga keutuhan bangsa, jika tulisan para cendekiawan menyebabkan polusi budaya, maka mereka telah mengingkari kodratnya," imbuhnya.
 
Ia juga menegaskan bahwa saat ini Indonesia sedang berada dalam situasi politik yang agak rawan, untuk itu penting meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang geopolitik dan geostrategi untuk mempertahankan bangsa, yang merupakan tanggung jawab bersama.

Dalam seminar ini, hadir juga politikus sekaligus akademisi Universitas Pertahanan Republik Indonesia Hasto Kristiyanto, yang pernah melakukan riset secara mendalam tentang Soekarno di ANRI.
 
Menurut Hasto, dalam pandangan geopolitik Soekarno, dijelaskan bahwa sebagai Bangsa Indonesia, kita harus memiliki cara pandang yang mengintegrasikan pandangan secara nasional dan sosial.
 
“Inilah suatu tradisi intelektual yang memunculkan suatu ide, imajinasi. The power of intellectual science. Mampu menggambarkan tentang bagaimana kita membentuk jati diri kita sebagai bangsa,” kata Hasto.

Baca juga: Melawan polusi budaya di ruang publik dengan KIM

Baca juga: Gubernur Jateng sepakat polusi budaya harus dicegah di Indonesia

Baca juga: KSP sebut pidato Presiden Jokowi teguhkan posisi sebagai kepala negara

 

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023