Tokyo (ANTARA) - Jepang mulai membuang limbah air radioaktif dari PLTN Fukushima Daiichi ke laut pada Kamis pukul 13.00 waktu setempat, dan prosesnya diperkirakan akan berlangsung sekitar 30 tahun atau lebih.
Air tersebut digunakan untuk mendinginkan bahan bakar nuklir yang meleleh dan telah diolah melalui sistem pemrosesan cairan canggih yang mampu menghilangkan sebagian besar radionuklida, kecuali tritium.
“Pemerintah akan mengambil tanggung jawab penuh, meskipun hal itu membutuhkan waktu puluhan tahun,” janji Perdana Menteri Fumio Kishida pada awal pekan ini.
Dimulainya pembuangan air radioaktif itu memicu tanggapan dari negara dan wilayah yang mengkhawatirkan aspek keamanannya.
China mengatakan akan menangguhkan impor semua produk makanan laut dari Jepang, dan menyebut pembuangan air tersebut sebagai “tindakan yang sangat egois dan tidak bertanggung jawab.”
Hong Kong mulai memberlakukan pembatasan impor makanan laut dari 10 prefektur Jepang, termasuk Fukushima dan Tokyo.
Pembuangan tersebut terjadi karena tangki yang dipasang di kompleks Fukushima, yang saat ini menampung sekitar 1,34 juta ton air yang diolah, diperkirakan akan mencapai batas kapasitasnya pada awal tahun 2024 kecuali operator pembangkit listrik, Tokyo Electric Power Company (TEPCO), memulai pembuangan air tersebut.
Air tersebut akan diencerkan dengan air laut hingga seper-40 konsentrasi yang diizinkan menurut standar keselamatan Jepang sebelum dibuang melalui terowongan bawah air sepanjang satu kilometer dari pembangkit listrik, yang lumpuh akibat gempa bumi besar dan tsunami pada 2011.
Sesaat sebelum dimulainya pelepasan air radioaktif, TEPCO mengumumkan telah mengukur konsentrasi maksimum tritium dalam air encer sebesar 63 becquerel per liter, jauh di bawah batas 1.500 becquerel.
TEPCO berencana untuk mulai memantau bahan radioaktif di perairan dekat pembangkit listrik pada Kamis, dan merilis data paling cepat keesokan harinya.
Pada Juli lalu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyimpulkan bahwa rencana pembuangan air tersebut sejalan dengan standar keselamatan global dan akan memiliki dampak yang "dapat diabaikan" terhadap manusia dan lingkungan.
Pemerintah Korea Selatan menyatakan menghormati hasil tinjauan IAEA berdasarkan analisisnya sendiri terhadap rencana Jepang, tetapi tidak akan mendukung pembuangan air tersebut karena mempertimbangkan kekhawatiran yang masih ada di kalangan masyarakat.
Selain komunitas nelayan Jepang, organisasi nelayan di Filipina juga menyuarakan keprihatinan atas pembuangan air limbah radioaktif.
Badan Perikanan Jepang akan memantau tingkat konsentrasi bahan radioaktif pada ikan yang ditangkap dalam radius 10 kilometer dari pembangkit listrik, dan merilis hasilnya kepada publik paling cepat Sabtu (26/8) mendatang.
Sumber: Kyodo
Baca juga: Keputusan Jepang buang limbah radioaktif dinilai beri contoh buruk
Baca juga: Jepang buang air limbah radioaktif Fukushima mulai 24 Agustus
Baca juga: Warga Korsel unjuk rasa tentang pembuangan limbah radioaktif ke laut
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023