Bank Indonesia (BI) mencatatkan penggunaan sistem perbankan digital Indonesia diperkirakan meningkat dari Rp40 ribu triliun pada 2021, menjadi Rp48 ribu triliun pada 2022Jakarta (ANTARA) - Hasil studi perusahaan teknologi perbankan Backbase melaporkan bahwa 68 persen Chief Information Officer (CIO) perbankan di Indonesia belum menerapkan strategi ‘build’ dalam membangun platform untuk melakukan transformasi digital.
Regional Vice President Backbase, Riddhi Dutta menyampaikan, bahwa perbankan di Indonesia saat ini mempunyai preferensi yang jelas untuk strategi 'Adopt & Build' dibandingkan 'Build'. Khusus untuk bank di Indonesia, waktu yang dibutuhkan untuk memodernisasi sistem pembangunan membutuhkan waktu hampir dua kali lipat dibandingkan sistem pada platform 'Adopt & Build'.
"Misalnya, peluncuran saluran digital baru untuk satu lini bisnis membutuhkan waktu sekitar 12 bulan. Namun, dengan memanfaatkan platform engagement banking digital, bank dapat secara bersamaan membangun kemampuan layanan pinjaman untuk UKM dan menyelesaikan proses tersebut dalam jangka waktu yang lebih singkat hanya dalam setengah tahun," kata Riddhi dalam diskusi Backbase bertajuk ‘Perkembangan Transformasi Digital Bank di Indonesia dan Asia Pasifik’ yang digelar secara virtual di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Dorong Pertumbuhan Ekspor, Bea Cukai Jalin Sinergi dengan Pihak Perbankan
Adapun Bank Indonesia (BI) mencatatkan penggunaan sistem perbankan digital Indonesia diperkirakan meningkat dari Rp40 ribu triliun pada 2021, menjadi Rp48 ribu triliun pada 2022 untuk mengimbangi tingginya nasabah digital di Indonesia.
Oleh karena itu, Riddhi menilai membangun platform engagement banking yang berpusat pada kebutuhan nasabah menjadi parameter penting dalam memodernisasi alur layanan perbankan bagi nasabah dan pemilik bisnis serupa, serta membangun ekosistem keuangan yang inklusif dan saling terhubung
Pada kesempatan yang sama, Senior Director of Research APAC International Data Corporation (IDC) Ashish Kakar mengungkapkan, perkembangan transformasi perbankan digital Indonesia masih kalah cepat dibandingkan dengan Vietnam dan HongKong. Hal itu dikarenakan perbankan dengan ukuran menengah dan besar di Indonesia dikategorikan ke dalam kategori bank di kuadran watchers (pengamat).
“Menurut analisis tersebut, negara-negara di dalam kategori ini dianggap memiliki anggaran untuk dibelanjakan, tetapi masih membutuhkan bantuan untuk menentukan fokus pengeluaran dana untuk keperluan digital," ujar Ashish.
Baca juga: Analis: Perbankan digital perlu tingkatkan keamanan cloud service
Analisis dalam IDC Infobrief menunjukkan bahwa pendekatan “Adopt and Build” merupakan solusi paling pragmatis bagi perbankan Indonesia saat ini untuk mempercepat upaya go-to-market mereka, dengan melakukan diferensiasi di area yang penting alih-alih membangun kembali dari awal.
Dengan mengadopsi platform kolaboratif dan mengembangkannya, perbankan dapat mencapai time-to-market 40 persen lebih cepat yang mana platform perbankan digital engagement dapat diluncurkan dalam kurun waktu 11 bulan, dibandingkan pendekatan tradisional "build" yang membutuhkan waktu 20 bulan.
Selain itu, strategi 'Adopt and Build' terbukti 2,3 kali lebih hemat biaya dibandingkan dengan opsi 'build'.
"Dari enam tolok ukur utama yang mana kesesuaian dan diferensiasi pasar, risiko bawaan, risiko pembangunan, waktu peluncuran layanan ke masyarakat, modernisasi SDM, dan keterampilan IT, serta kepatuhan terhadap regulasi, pendekatan “Adopt and Build” memiliki nilai tertinggi dan telah menunjukkan keuntungan yang nyata dibandingkan dengan pendekatan 'Build and Buy'," pungkasnya.
Baca juga: Ekonom: Likuiditas perbankan memadai topang pertumbuhan ekonomi
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023