Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta membantu industri farmasi, utamanya yang berskala sedang dan kecil, untuk menerapkan standar terkini dalam praktik produksi obat yang baik (current Good Manufacturing Practices/c-GMP).
"Itu adalah konsekuensi logis untuk menyetarakan kompetensi tetapi saat ini industri farmasi kita sedang tidak tumbuh, kemampuan setiap industri farmasi juga berbeda. Karena itu dukungan pemerintah khususnya pada industri sedang dan kecil sangat diperlukan," kata pengamat industri farmasi Indonesia Amir Hamzah Pane di Jakarta, Rabu.
Menurut dia dalam hal ini pemerintah harus membuat regulasi yang kondusif seperti memberikan insentif keringanan pajak kepada industri farmasi berskala sedang dan kecil.
"Atau membantu pertumbuhan sektor farmasi dengan memberikan pangsa pasar yang lebih besar bagi industri farmasi dalam memenuhi kebutuhan obat pemerintah," katanya.
Amir mengatakan penerapan c-GMP merupakan konsekuensi logis yang harus dilakukan untuk menyetarakan kompetensi dan meningkatkan daya saing industri farmasi dalam negeri di pasar regional dan global.
Namun kemampuan industri farmasi dalam negeri dalam menerapkan standar produksi farmasi terkini yang diisyaratkan dalam c-GMP menurut dia sangat beragam.
Ia menjelaskan saat ini memang terdapat 20 perusahaan farmasi yang dikategorikan sebagai perusahaan farmasi besar yang menguasai hampir 60 persen pangsa pasar obat nasional dan dianggap mampu menerapkan standar c-GMP secara mandiri.
"Tetapi di samping itu juga ada 140 perusahaan farmasi sedang yang hanya menguasai sekitar 20-30 persen pangsa pasar dan perusahaan farmasi kecil yang mungkin hanya memproduksi satu produk," katanya.
Menurut dia sebagai regulator pemerintah harus memperhatikan keragaman kemampuan industri farmasi dalam menentukan kerangka kerja dan tenggat waktu pencapaian target untuk menyetarakan kompetensi seluruh industri farmasi dalam negeri.
Hal itu menurut dia perlu dilakukan agar kebijakan pemerintah tersebut justru tidak menyebabkan kematian industri farmasi kecil yang selanjutnya akan berdampak pada bertambahnya angka pengangguran.
"Sebab untuk menerapkan c-GMP industri farmasi harus melakukan penyesuaian berdasarkan standarisasi teknis, standarisasi sistem pelaporan dan standarisasi hal yang lain termasuk dalam hal pelabelan. Itu semua berimplikasi pada biaya," demikian Amir Hamzah Pane yang juga Ketua LSM Indonesian Pharmacitical Watch (IPhW).(*)