Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag), Amien Suyitno mengajak seluruh aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan kementerian itu untuk menolak politik identitas, karena dapat mengancam persatuan.
"Saya ingin menyampaikan pesan Gus Men (Yaqut Cholil Qoumas) tentang perlunya menolak politik identitas," ujar Amien dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Amien mengatakan politik identitas harus ditolak, karena sangat berbahaya bagi harmoni dan kerukunan masyarakat Indonesia.
Baca juga: Gus Yahya: Pemilu 2024 hanya prosedur dan bukan "jihad fi sabilillah"
Menurut dia, politik identitas dengan identitas manusia berbeda. Setiap orang tentu memiliki identitas masing-masing, baik jabatan, pekerjaan, kelompok gender, maupun agama, dan suku bangsa.
"Mengapa kita harus menolak politik identitas? Kalau terkait pentingnya identitas, memang iya. Lalu, apanya yang kita tolak? Yaitu politik identitas yang digunakan untuk kepentingan politik," kata dia.
Menurut Suyitno, identitas yang melekat, seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tentu tidak bisa ditolak. Sebab, semua itu merupakan bawaan lahir. Akan tetapi, jika itu digunakan untuk kepentingan politik praktis, harus ditolak.
"Sebab, itu berbahaya. Apalagi, politik identitas dengan nomenklatur agama itu lebih berbahaya lagi. Karena kita punya pengalaman bahwa hal itu bisa menjadikan disharmoni antarkeluarga," katanya.
Baca juga: FKUB Sulteng: Rumah ibadah bukan tempat kampanye
Baca juga: Wamenag ajak ASN kawal proses politik yang sehat dan demokratis
Amien menambahkan disharmoni antarkeluarga masih bisa ditemui di masyarakat akibat perbedaan pilihan politik pada Pilpres 2019. Maka dari itu, menjadi penting untuk menolak politik identitas demi memperkuat harmoni di tengah perbedaan.
"Mereka belum move on. Ini nyata dan ini harus kita cegah," kata dia.
Ia mendorong ASN harus menjadi agen yang bisa mengeliminasi setiap penggunaan politik identitas yang dapat memecah belah persatuan.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023