Bengkulu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Bengkulu merealisasikan percepatan kebijakan satu peta (PKSP) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 yang diwujudkan dalam peta tematik sebagai solusi ketidaksesuaian tata ruang, kawasan hutan, maupun izin atau hak atas tanah yang tumpang tindih.

"Saat ini kami melakukan pembahasan untuk membuat regulasinya (di tingkat daerah), proses pembuatan menuju satu peta," kata Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Hamka Sabri di Bengkulu, Selasa.

Baca juga: Airlangga: Kebijakan Satu Peta jadi acuan pembangunan berbasis spasial

Menurut dia, kebijakan satu peta tersebut akan efektif mengatasi kondisi tumpang tindih lahan dan perizinan yang ada di Provinsi Bengkulu.

"Selama ini kan banyak yang tumpang tindih, lahan tumpang tindih pertanahan, termasuk tumpang tindih izin-izin perkebunan, pertambangan. Ada tumpang tindih pemerintah sama pemerintah, pemerintah dengan swasta dan swasta dengan swasta," kata Hamka.

Pembahasan, persiapan serta aksi penyelesaian pembuatan satu peta untuk Provinsi Bengkulu ditargetkan dapat ramping pada akhir 2023, kemudian bisa dimanfaatkan pada 2024.

"Satu peta itulah rujukan nanti, sehingga tidak ada lagi kata-kata tumpang tindih. Jadi, di RTRW nanti peruntukannya sudah jelas, dan tidak ada lagi satu lokasi, satu objek ada dua perizinan," kata dia.

Baca juga: Gubernur: Kebijakan satu peta mampu selesaikan masalah batas wilayah

Baca juga: Kemenko Perekonomian paparkan lima target kebijakan Satu Peta

Untuk regulasinya di tingkat daerah, lanjut Hamka, akan dibuat dalam bentuk peraturan daerah. Perda tersebut kemudian yang akan mengatur satu peta untuk Provinsi Bengkulu.

"Bukan peraturan gubernur, tapi Perda. Jadi, perda itu yang nantinya mengatur satu peta, dan ke depan tidak ada lagi tumpang tindih," ujarnya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023