Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober tergelincir 34 sen atau 0,4 persen, menjadi menetap pada 84,46 dolar AS per barel

Houston (ANTARA) - Harga minyak mentah lebih rendah pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena harapan terhadap permintaan China memudar.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober tergelincir 34 sen atau 0,4 persen, menjadi menetap pada 84,46 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September merosot 53 sen atau 0,65 persen menjadi ditutup pada 80,72 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Di awal sesi, kedua harga acuan minyak telah naik sebanyak satu dolar AS.

“Tampaknya (pemulihan China) tidak akan terjadi,” kata John Kilduff, partner di Again Capital. "Diragukan mereka akan membeli. Mereka membeli banyak minyak mentah untuk disimpan di awal tahun. Mereka duduk di banyak minyak mentah."

“Saat ini, ini adalah pertarungan antara pengurangan produksi Saudi versus penghancuran permintaan,” kata Robert Yawger, direktur energi berjangka, Mizuho Securities USA.

Baca juga: Minyak naik di Asia karena ekspor OPEC+ Agustus lebih rendah

Baca juga: Minyak datar di Asia, kecemasan suku bunga imbangi pasokan lebih ketat

Kenaikan harga minyak mentah selama musim panas didorong oleh keseimbangan yang ketat antara pasokan minyak mentah dan permintaan yang tinggi, terutama di musim mengemudi musim panas AS, yang berakhir pada awal September, dan dari Amerika Latin.

Pada saat yang sama, OPEC yang dipimpin oleh Arab Saudi, ditambah Rusia telah memangkas produksi agar lebih sesuai dengan permintaan, terutama dari China, yang belum memenuhi ekspektasi untuk pemulihan pascapandemi.

Arab Saudi mengatakan bulan ini produksinya akan tetap sekitar 9 juta barel per hari, pengurangan sekitar 1 juta barel hingga September.

Pekan lalu, kedua harga acuan bulan depan turun 2,0 persen, menghentikan kenaikan tujuh minggu berturut-turut di tengah kekhawatiran lesunya pertumbuhan ekonomi China akan membatasi permintaan minyak, sementara kemungkinan kenaikan suku bunga AS lebih lanjut juga membayangi prospek permintaan.

Bank sentral China memangkas suku bunga pinjaman satu tahun sebesar 10 basis poin dan membiarkan suku bunga lima tahun tidak berubah. Itu adalah kejutan bagi analis yang memperkirakan pemotongan 15 basis poin untuk kedua kalinya karena pemulihan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah diperlambat oleh kemerosotan properti yang memburuk, pengeluaran yang lemah, dan pertumbuhan kredit jatuh.

Pengiriman Juli pengekspor utama Arab Saudi ke China turun 31 persen dari Juni, sementara Rusia, dengan minyak mentah diskonnya, tetap menjadi pemasok terbesar raksasa Asia itu, data bea cukai China menunjukkan.

Impor minyak mentah China dari Arab Saudi diperkirakan akan tetap tertekan hingga kuartal ketiga, kata para analis.

China menarik rekor persediaan yang terkumpul awal tahun ini ketika penyulingan mengurangi pembelian setelah harga didorong di atas 80 dolar AS per barel oleh pemotongan pasokan yang diterapkan oleh kelompok OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia.

"Kami masih melihat keseimbangan minyak yang ketat untuk sisa tahun ini, yang menunjukkan bahwa harga masih memiliki ruang untuk bergerak lebih tinggi," kata Warren Patterson, kepala penelitian komoditas ING, menambahkan bahwa dolar juga memberikan dukungan.

Dolar yang lebih lemah membuat pembelian minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, berpotensi meningkatkan permintaan.

Baca juga: Minyak naik dipicu sinyal perlambatan produksi AS, catat rugi mingguan

Baca juga: Minyak naik tipis di Asia, tapi di jalur mencatat kerugian migguan

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023