Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah sebaiknya menolak tawaran paket pinjaman atau utang dari Consultative Group on Indonesia (CGI) senilai 5,4 miliar dolar AS. "Jika tawaran itu diterima, dikhawatirkan beban utang yang harus ditanggung pemerintah semakin berat," kata pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahmad Maruf SE MSi, di Yogyakarta, Rabu. Karena itu, menurut dia, pemerintah perlu selektif dan bijaksana dalam menyikapi tawaran utang dari CGI agar tidak menjadi beban berkepanjangan di kemudian hari. "Saya kira akan lebih bijaksana jika pemerintah menolak tawaran utang tersebut dan melakukan efisiensi di antaranya dengan mengurangi pengeluaran yang tidak mendesak seperti kenaikan gaji PNS," katanya. Ia mengatakan jika upaya itu dapat direalisasikan diharapkan dapat mengurangi beban utang negara, sehingga pemerintah tidak perlu mencari pinjaman baru dari luar negeri. "Banyaknya utang luar negeri yang harus ditanggung pemerintah merupakan bahan evaluasi yang tepat untuk melakukan introspeksi diri, sehingga tidak mudah menerima tawaran utang baru dari luar negeri," katanya. Ia mengemukakan jika dikaji secara mendalam terjadinya krisis multidimensional di negeri ini secara tidak langsung juga disebabkan banyaknya utang yang harus ditanggung pemerintah. "Krisis itu membuat beban pemerintah cukup berat, ditambah lagi dengan banyaknya bencana alam yang terjadi. Semua itu secara tidak langsung menjadikan beban pemerintah semakin berat," katanya. Menerima tawaran utang dari luar negeri bukan cara penyelesaian yang baik, karena itu pihak terkait harus lebih selektif dalam membuat kebijakan, sehingga kebijakan yang diambil bisa menjadi solusi pasca-bencana, bukan justru menimbulkan persoalan baru. "Pada prinsipnya proses 'recovery' pasc-bencana bisa dilakukan dengan cara swadaya dan menggalang dana lokal yang ada. Melalui upaya itu diharapkan proses 'recovery' bisa berjalan dan utang luar negeri berkurang," kata Deputi Direktur Institute of Public Policy and Economic Studies (Inspect) itu. (*)
Copyright © ANTARA 2006