Yang membuat pasien bisa ke PICU itu karena memang kondisi medisnya (Lanala) yang sangat berat
Jakarta (ANTARA) - Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita menyatakan kondisi kritis yang dialami oleh seorang pasien bayi bernama Lanala Ayudisa Halim tidak disebabkan oleh kelalaian perawat.
Humas RSAB Harapan Kita, Nia Kurniati saat ditemui wartawan di Jakarta pada Jumat mengakui adanya pemberian susu kepada Lanala Ayudisa Halim.
Namun, RSAB membantah pemberian susu menjadi penyebab bayi berusia dua bulan tersebut mengalami sepsis hingga sempat kritis di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
"Susu bukan salah satu penyebab bahwa pasien ini (Lanala) masuk PICU. Informasi dari tim medis kami, pasien masuk PICU ini memang karena kondisi pasien yang sudah sangat berat kondisi penyakitnya," kata Nia.
Baca juga: RSAB Harapan Kita adopsi teknologi AI dalam program bayi tabung
Nia menyebutkan, RSAB Harapan Kita adalah rumah sakit vertikal tipe A sehingga rujukan yang masuk adalah rujukan terakhir.
"Biasanya kasus-kasus yang dikirim ke sini adalah kasus yang sudah berat, termasuk kasus Lanala ini. Kondisinya sudah sangat berat, risiko infeksinya tinggi dan memang sudah terinfeksi," kata Nia.
Ia menyebutkan, dengan terjadinya infeksi menyeluruh pada tubuh Lanala, kecenderungan untuk terjadi perdarahan sangat tinggi.
"Bisa terjadi perdarahan, kemudian nutrisi, cairan yang keluar tidak terserap oleh tubuh sehingga berat badan pun sulit naik," tutur Nia.
Kemudian, lanjut dia, bisa terjadi gangguan hati. Lalu dengan terjadi gangguan hati akan timbul kuning.
Baca juga: RSAB Harapan Kita gaet Malaysia tingkatkan ilmu kardiologi intervensi
Selain itu jika memang terjadi perdarahan, maka masalah-masalah lain bisa timbul dan mungkin bisa terjadi kejang dan lain-lain.
"Sebetulnya pasien ini adalah pasien yang lahirnya di rumah sakit lain (Rumah Sakit Pelni), tidak lahir di RSAB Harapan Kita," kata dia.
Ia menyebutkan, Lanala lahir dengan kelainan dengan atresia usus halus dan sudah dilakukan operasi di rumah sakit lain.
Kondisi usus Lanala menjadi pendek. "Dengan kondisi usus pendek ini, untuk penyerapan nutrisi ini juga sulit," katanya.
Baca juga: RSAB Harapan Kita sukses pisahkan kembar siam Naifa dan Nayyara
Terkait laporan oleh ibu Lanala (Chintia) atas kondisi kejang yang dialami anaknya, Nia menyebutkan kondisi kejang tersebut tidak ditemukan oleh perawat yang datang memeriksa Lanala melalui observasi.
"Kami punya standar operasional pelayanan (SOP) untuk bisa menilai itu (kondisi kejang Lanala). Kalau menurut orang tua (Chintia), itu gara-gara perawat, tetapi sebetulnya bukan seperti itu," katanya.
"Yang membuat pasien bisa ke PICU itu karena memang kondisi medisnya (Lanala) yang sangat berat," kata Nia.
Untuk membuktikan itu kejang atau tidak, lanjut Nia, maka harus dilakukan observasi dulu oleh perawat. "Kalau memang perawat sudah melihat (observasi) dan disimpulkan itu kejang, maka tidak menutup kemungkinan harus dilaporkan ke dokter," kata Nia.
Baca juga: Tingkatkan Layanan Kesehatan, Kimia Farma Laboratorium & Klinik Resmikan Kerjasama dengan Rumah Sakit Anak Bunda Harapan Kita
Hingga kini, Nia menyebutkan bahwa Lanala sedang ditangani oleh beberapa dokter spesialis. "Kita enggak cuma satu dokter yang menangani ini. Ada beberapa tim dokter spesialis," katanya.
Selain dokter bedah anak,nada dokter anak metabolik dan nutrisi. "Dokter sub spesialis infeksi, tim ICU, ada beberapa dokter lain," kata Nia.
Ibu dari bayi Lanala, Chintia Suciati (29) menggandeng tim kuasa hukum Hotman Paris telah menyampaikan surat permohonan klarifikasi kepada RSAB Harapan Kita pada Jumat.
Surat tersebut, kata kuasa hukum korban, Subadrian Nuka kepada wartawan saat ditemui di lokasi, Jumat, berisi permohonan klarifikasi atau penjelasan pihak RSAB Harapan Kita atas kasus yang menimpa Lanala.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023