Janur mencerminkan budaya Indonesia yang mengandung filosofi kehidupan yang sudah berkembang di wilayah Jawa dan Bali

Jakarta (ANTARA) -

Seni merangkai janur Indonesia unjuk gigi dalam pameran bunga internasional yang pergelaran Flowertime yang diselenggarakan di Grand Place, Brussel, Belgia, pada 11-15 Agustus 2023.

“Selain berpartisipasi dalam pameran bunga internasional, kami ingin memperkenalkan seni merangkai janur Indonesia ke manca negara sebagai budaya Indonesia,” ujar seorang delegasi, Riana Setyaningrum, di Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan, untuk mengenalkan budaya lipatan janur diperlukan kreativitas dan inovasi sehingga bisa diterima di manca negara. Melalui pameran bunga internasional, dia bersama tim memperkenalkan seni budaya lipatan janur tradisional Jawa melalui karya yang dipadupadankan dengan beragam bunga.

Janur mencerminkan budaya Indonesia yang mengandung filosofi kehidupan yang sudah berkembang di wilayah Jawa dan Bali.

Baca juga: Perupa Hani Santana pamerkan 16 karya seni lukis di Cilacap

Di Jawa, janur dikaitkan dengan harapan hingga seringkali rangkaian janur digunakan dalam prosesi pernikahan. Berbagai bentuk lipatan janur mengandung makna, arti, dan fungsi yang berbeda-beda. Bahkan, pemilihan warna janur juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Contohnya, janur kuning dianggap sebagai warna yang mencerminkan kemakmuran.

Keunikan janur tersebut memiliki tekstur luwes yang cocok dibuat dalam berbagai bentuk. Kendati demikian, proses membuat lipatan janur bukan hal mudah dan memerlukan waktu yang tidak sedikit. Teknik lipatan janur dapat menghasilkan beragam bentuk sesuai dengan apa yang diinginkan.

Terdapat 20 bentuk lipatan dari 84 ragam jenis seni lipatan dengan lidi sebagai struktur menjadi komposisi penyusun figur burung cendrawasih. Setiap bentuk lipatan itu memiliki nama, arti, dan makna masing-masing. Misalnya, candranaya (bulan sabit), nayaka (wulandari), pedang segara (pedang samudera), wajik (berlian), blekete, walang, dan lain-lain.

Kreasi figur burung cendrawasih dibentuk dengan tiga teknik lipatan tradisional, yaitu teknik penyederhanaan, teknik pengembangan, dan teknik kombinasi. Dengan tiga teknik itu, menghasilkan karya yang semakin memperkuat simbol sosok cendrawasih.

Baca juga: Kompleksitas keindonesiaan dalam pameran "di sini d.l.l."

Arti cendrawasih sendiri diambil dari dua kata yaitu “cendra” yang berarti dewa-dewi bulan dan “wasih” yang berarti wakil atau utusan; burung utusan Dewa-Dewi Bulan. Burung yang memiliki habitat asli di Pulau Papua dan Kepulauan Maluku ini biasa dijuluki "burung dari surga" karena keindahannya. Oleh karena itu, figur burung ini menjadi pilihan sebagai maha karya dari tim Indonesia pada ajang dua tahunan ini dan ditampilkan di pintu masuk utama pameran.

Delegasi Indonesia terdiri dari Riana Setyaningrum, Wendy Kartini Mandik, Sigit Paripurno, dan Ainur Rofiq.

Rangkaian janur yang dibentuk menjadi cara untuk melestarikan dan mempromosikan warisan budaya Indonesia kepada dunia. Kegiatan itu pun mendapatkan dukungan penuh dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia serta Kedutaan Besar Indonesia di Belgia. Duta besar Indonesia untuk Belgia, Andri Hadi menerima secara langsung para desainer yang tergabung dalam Tim Sukri (Sumbang Kawruh Indonesia) serta hadir dalam pembukaan acara.

"Kami sangat mendukung dan berterima kasih Tim Sukri hadir di Brussel menyemarakan Flowertime untuk mengenalkan Indonesia lewat seni melipat janur. Kalian adalah diplomat-diplomat informal yang membawa nama Indonesia," ujar Dubes Andri.

Baca juga: Menparekraf: ArtMoments Jakarta dukung ekosistem ekonomi kreatif

Pewarta: Indriani
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023