Jakarta (ANTARA) - Kepolisian menyelidiki jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Gang Royal RT 03/RW 013 Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.

Jaringan perdagangan orang ini kendalikan oleh seorang pria berinisial M yang sehari-hari mengelola kafe.

"Iya M itu pemilik kafe. Maka kami akan telusuri terus untuk bisa melakukan penangkapan," kata Kepala Polsek Metro Penjaringan Komisaris Polisi M Probandono Bobby Danuardi saat konferensi pers di Markas Polsek Metro Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat.

Bobby mengatakan, satu anak buah M berinisial TW (23) telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka agen penyalur wanita yang hendak dijadikan pekerja seks komersial oleh M.

TW, pria asal Lampung Selatan, itu sudah bekerja dengan M sekitar lima bulan untuk mencari korban menggunakan iklan di media sosial.

Baca juga: Pemkot Jaksel imbau warga bijak bermedsos cegah perdagangan orang

Menurut pengakuan tersangka kepada penyidik Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Penjaringan, jumlah wanita yang sudah direkrut hingga saat ini mencapai 30 orang.

"Langsung dijanjikan kerja seks. Kalau saya yang merekrut, saya jelaskan sistem kerjanya kayak begini ya. Kalau adik tidak minat ya sudah pulang. Jadi enggak ada paksaan," kata TW.

TW mengaku sedang apes karena wanita terakhir yang direkrut berinisial MJS (19) justru membuatnya dilaporkan ke pihak berwajib. Berkat adanya laporan polisi, praktik bisnis haram di lokalisasi Gang Royal itu perlahan terkuak.

"Saya enggak mengancam pak, sumpah. Enggak saya apa-apakan, langsung saya antar ke mes (kos-kosan). Tapi kakaknya (korban) melapor ke polisi adiknya disekap," kata TW.

TW tidak menampik korban dibawa ke mes untuk dibujuk agar mau bekerjasama dengan mereka. Mes tersebut tertutup dari luar dan lokasinya berada di Jalan Tanah Pasir Dalam Raya Nomor 3B, RT 10/RW 09 Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Di dalam mes tersebut, ada juga wanita belia lainnya, yaitu SW (19), MU (19), SR (20) dan CNS (19) selain MJS (19). Menurut TW, wanita-wanita tersebut direkrut dari berbagai daerah di luar Jakarta, seperti Lampung dan Pandeglang (Banten).

Baca juga: Wali Kota Jakbar minta warga lebih peka terhadap indikasi TPPO

Bobby memastikan kondisi kelima wanita itu kini telah aman. Mereka juga sudah diperiksa oleh penyidik sebagai saksi.

Keterangan sementara yang diperoleh penyidik untuk saat ini bahwa pelapor mengaku awalnya tidak diberi tahu akan direkrut sebagai pekerja seks komersial (PSK).

"Awalnya dijanjikan bekerja di sebuah klinik. Pelapor, yakni kakak dari Saudari MJS mengatakan adiknya dikurung di sebuah lokasi dan diancam akan dibunuh apabila kabur," kata Bobby.

Mendapat laporan tersebut, tim dari Unit Reserse Mobile dan Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Penjaringan kemudian mendatangi lokasi tersebut pada Selasa (15/8) pukul 18.00 WIB. Lokasi itu merupakan tempat hiburan malam yang banyak ditemukan alat kontrasepsi berupa kondom dan barang bukti lainnya.

TW yang saat itu berada di lokasi langsung ditangkap dan diinterogasi di Markas Polsek Metro Penjaringan.

Baca juga: Polisi ungkap tersangka TPPO dari Imigrasi gunakan modus jalur cepat

Hasil interogasi itu terungkap bahwa TW mendapat keuntungan antara Rp1 juta hingga Rp2 juta untuk setiap transaksi atas wanita yang direkrut. Keuntungannya didapat dari M.

"Jadi tersangka mendapat upah dari si M ini yang masih DPO," kata Bobby yang
​​​​​mengimbau tersangka M segera menyerahkan diri sebelum dijemput paksa oleh polisi.

Kemudian kepada masyarakat, Bobby mengimbau bila mencurigai sesuatu yang mengarah ke perdagangan orang (human trafficking), warga dapat menghubungi Mabes Polri dengan cara menelepon ke nomor 110.

Polisi mengenakan pasal berlapis, di antaranya pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Selanjutnya, pasal 296 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau pasal 506 KUHP tentang perbuatan cabul.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023