Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi D DPRD DKI Hardiyanto Kenneth meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan kondisi tanggap darurat bencana imbas polusi udara.

"Pemprov DKI Jakarta segera menetapkan kondisi tanggap darurat bencana agar bisa mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memakai dana siap pakai," kata Kenneth kepada wartawan di Jakarta, Kamis.

Kenneth menegaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI harus segera menetapkan kondisi tanggap darurat bencana untuk minimal tiga bulan ke depan.

Hal ini seperti yang tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai. Begitu juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana untuk memulai kegiatan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Jabodetabek.

"Diharapkan bisa memulai kegiatan operasi TMC agar bisa dibiayai oleh BNPB. Jadi tidak membebani APBD DKI Jakarta," katanya.

Baca juga: Legislator sarankan pemetaan daerah miliki tingkat polusi tinggi

Terlebih, menurut dia, masalah ini perlu adanya kolaborasi antarlembaga, seperti BMKG sebagai penyedia data potensi awan yang bisa disemai dan BRIN yang memiliki teknologinya. Sedangkan TNI AU sebagai pihak yang mengoperasikan pesawat dalam operasi TMC untuk menyebar garam atau intikondensasi.

BNPB memiliki kapasitas dalam penyediaan anggaran dalam kegiatan operasi TMC dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait data kualitas udara.

Dia juga meminta pemerintah bergerak cepat melakukan rekayasa cuaca dengan mempercepat terjadinya hujan untuk mencuci polutan di udara.

Selain itu, dia berharap adanya ketersediaan rumah sakit untuk pelayanan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagi pasien.

Lalu adanya kebijakan bekerja dari rumah (work from home/WFH) dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi siswa. "Jangan sampai korban ISPA di Jakarta sudah banyak dan akhirnya ada yang meninggal baru kita semua menyesal," ujarnya.

Dia juga telah melakukan kunjungan ke Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk mengetahui permasalahan polusi udara Ibu Kota.

Menurut dia, dengan mengetahui masalah dari hulu maka nantinya di bagian hilir bisa dicegah maupun dikurangi sebagai upaya penanganan polusi udara.

"Polutan ini sumbernya ada dua kemungkinan, bisa dari sumber polutan lokal atau dari sumber polutan di luar DKI," ujarnya.


Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai wacana menerapkan sistem “4 in 1” tak efektif untuk mengatasi polusi udara di Jakarta.

"Ya enggak efektif, '3 in 1' sudah berjalan. Faktanya kan enggak berdampak yang positif," kata Gembong kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Gembong mengatakan, adanya rencana menerapkan “4 in 1” tidak berdampak positif lantaran bisa mengundang joki dan menimbulkan masalah baru.

Menurut dia, lebih baik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengkaji ruas jalan hingga jumlah kendaraan agar bisa mengerucutkan solusi secepatnya.

Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023