Kami mengharapkan ada kesamaan pandangan dari seluruh `stakeholders` bank-bank BUMN termasuk DPR, bahwa aset bank BUMN adalah aset korporasi sehingga dapat mendukung pertumbuhan bisnis,"
Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) mengharapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memiliki pemahaman sama dalam memandang keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan piutang oleh BUMN perbankan.
"Kami mengharapkan ada kesamaan pandangan dari seluruh `stakeholders` bank-bank BUMN termasuk DPR, bahwa aset bank BUMN adalah aset korporasi sehingga dapat mendukung pertumbuhan bisnis," ujar Ketua Himbara, Gatot M Suwondo di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, dengan cara pandang sama itu akan dapat meningkatkan daya saing dengan perbankan swasta yang memiliki "level of playing field" sehingga nantinya juga dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi negara.
Ia menambahkan DPR dan Pemerintah selaku pemangku kepentingan bank-bank BUMN juga diharapkan agar memberi kepercayaan kepada direksi BUMN perbankan dalam menjalankan amanah untuk mengelola perusahaan.
Selain itu, lanjut dia, Himbara juga meminta kepada DPR ataupun pemerintah untuk menyelaraskan UU Bank BUMN sehingga tidak ada multitafsir dan menciptakan kepastian hukum dalam menjalankan usaha.
Ia mengemukakan dalam kebijakan penyertaan kredit macet dan hapus tagih piutang yang sedang disusun itu juga berdasarkan UU Perseroan Terbatas, UU BUMN, dan prinsip kehati-hatian.
"Besarnya hapus tagih yang diberikan tidak akan sampai 100 persen, terkecuali untuk debitur tertentu seperti korban bencana alam, sudah tidak ada orangnya, dan sudah jatuh miskin sehingga tidak bisa ditagih. Apabila dalam perjalanannya nanti ada yang mampu tetapi tidak mau membayar maka kami akan menempuh jalur hukum," ucap Gatot yang juga Direktur Utama Bank Negara Indonesia.
Sementara itu, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Sofyan Basyir meminta kepada DPR RI untuk mengeluarkan kebijakan yang dapat menjadi payung hukum bagi BUMN perbankan untuk menghapus tagih piutang sehingga tidak dianggap korupsi.
"Kredit bermasalah bisa dengan mudah menjadi korupsi, terutama untuk usaha mikro dan kecil. Kondisi itu agar bisa diberikan kebijakan, dan kami bisa melaksanakan hapus tagih utang itu," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi XI, Harry Azhar menilai keputusan MK terkait piutang tidak dapat dijadikan ketetapan hukum karena hanya prinsip pengelolaan aset negara harus dilakukan pemerintah dan instansi terkait.
Menurut dia, selama belum adanya perubahan UU dalam Pengelolaan aset dan Negara, maka ketetapan MK tidak bisa menganulir keputusan terdahulu. Maka, jika Bank BUMN melakukan pemutihan piutang, para jajaran direksi bisa mengalami tindakan pidana.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013