Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober tergelincir 1,44 dolar AS atau 1,7 persen, menjadi menetap pada 83,45 dolar AS per barel

New York (ANTARA) - Harga minyak lebih rendah pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), meskipun terjadi penurunan besar dalam stok minyak mentah AS karena investor mempertimbangkan kekhawatiran tentang ekonomi China yang kesulitan terhadap ekspektasi pasokan yang lebih ketat di Amerika Serikat.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober tergelincir 1,44 dolar AS atau 1,7 persen, menjadi menetap pada 83,45 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September merosot 1,61 dolar AS atau 2,0 persen menjadi ditutup pada 79,38 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Kedua harga acuan minyak turun lebih dari satu persen di sesi sebelumnya ke level terendah sejak 8 Agustus.

Persediaan minyak mentah AS turun hampir 6 juta barel pekan lalu karena ekspor dan laju penyulingan yang kuat, meskipun produksi minyak mentah naik ke level tertinggi sejak pandemi virus corona menghancurkan konsumsi bahan bakar, data Badani Informasi Energi (EIA) menunjukkan pada Rabu (16/8/2023).

Namun, produk bensin yang dipasok turun 451.000 barel per hari dalam seminggu karena puncak musim mengemudi hampir berakhir.

"Penarikan minggu ini hanya mengimbangi penambahan 6 juta barel yang tidak terduga minggu lalu dan melihat ke depan untuk minggu depan, kita dapat melihat penurunan tajam dalam ekspor yang kemungkinan akan mendorong peningkatan stok minyak mentah kontra-musiman," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates. LLC di Galena, Illinois, dikutip dari Reuters.

Minyak juga jatuh bersama dengan ekuitas setelah rilis risalah Federal Reserve menunjukkan pejabat bank sentral terbelah mengenai perlunya kenaikan suku bunga lebih lanjut pada pertemuan terakhir mereka.

Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman untuk bisnis dan konsumen, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.

Perekonomian China yang lesu tetap menjadi fokus, setelah angka penjualan ritel, produksi industri dan investasi gagal memenuhi ekspektasi, memicu kekhawatiran atas perlambatan yang lebih dalam dan bertahan lebih lama.

Angka aktivitas Juli telah memicu kekhawatiran bahwa China mungkin kesulitan untuk memenuhi target pertumbuhannya sekitar 5,0 persen untuk tahun ini tanpa stimulus fiskal lebih lanjut, dan meminta pihak berwenang untuk mengambil langkah tegas.

Tanpa memberikan perincian, rapat kabinet pada Rabu (16/8/2023) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Li Qiang mengatakan China akan terus memperkenalkan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi dan mempromosikan investasi.

Grup OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, serta Badan Energi Internasional (IEA) mengandalkan China - importir minyak terbesar dunia - untuk menggembleng permintaan minyak mentah selama sisa tahun 2023.

Sementara indikator ekonomi China yang suram telah menyebabkan sakit kepala, memberikan alasan yang dibenarkan bagi investor untuk bersikap defensif, neraca minyak global tidak menunjukkan tanda-tanda melonggar, kata analis PVM Tamas Varga, mengutip angka terbaru persediaan minyak mentah AS.

Pemotongan pasokan oleh Arab Saudi dan Rusia telah mendorong harga minyak selama tujuh minggu terakhir. Angka yang diterbitkan pada Rabu (16/8/2023) menunjukkan bahwa ekspor minyak mentah Riyadh turun ke level terendah sejak September 2021.

Baca juga: Minyak stabil di awal Asia di tengah data China lemah, pasokan ketat
Baca juga: Minyak jatuh sekitar satu persen di tengah kekhawatiran ekonomi China
Baca juga: Minyak naik di Asia karena China potong suku bunga guna dukung ekonomi

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023