Semangatnya yang harus ditambah. Daya juangnya, jangan mau kalah dengan keadaan. Itu yang jadi motivasi saya di lapangan sekarang, harus menang!"
Jakarta (ANTARA) - Pemusatan Pelatihan Nasional Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (Pelatnas PBSI) yang berada di Cipayung, Jakarta Timur, menjadi markas bagi para jagoan atlet tepok bulu nasional untuk menempa kehebatan.
Tak salah jika Pelatnas Cipayung pun disebut sebagai kawah candradimuka bagi pebulu tangkis Indonesia, yang tak jarang menyumbang prestasi terbaik di dunia.
Untuk menjadi bagian dari Timnas Bulu Tangkis Indonesia, butuh perjuangan panjang bagi atlet dari tingkat klub hingga akhirnya resmi menghuni asrama Pelatnas PBSI.
Setelah resmi bergabung pun, masih ada tahapan-tahapan sebelum akhirnya bisa menjadi pemain berkualitas dengan pembuktian prestasi yang mentereng.
Perjuangan mereka tidak hanya soal bertarung di arena kompetisi, namun juga berkaitan dengan aspek di luar lapangan. Seperti halnya ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang tak mau egois dengan keberhasilan mereka sendiri.
Pasangan peringkat satu dunia itu punya kesadaran dan tanggung jawab moril untuk merawat prestasi ganda putra Indonesia.
Berbekal rekor apik mereka dalam 1 tahun belakangan ini, pasangan berjuluk Fajri itu memaknai perjuangan di luar lapangan dengan keinginan menularkan keberhasilan mereka pada junior di Cipayung.
Meski tak banyak bicara, Fajar/Rian punya trik tersendiri untuk memotivasi juniornya agar bisa mengikuti jejak mereka dalam kompetisi Federasi Badminton Dunia (BWF) yang sangat ketat.
Fajar/Rian tak bicara banyak untuk mengarahkan juniornya, namun mereka memberikan contoh secara riil lewat prestasi dan kedisiplinan saat berlatih.
"Soalnya kadang-kadang junior sekarang, anak muda sekarang, jika diajak bicara bukannya malah berpikir dan nurut. Akan tetapi kami kasih dengan bukti saja dan tingkah laku," ungkap Fajar.
Rian turut menambahkan bahwa cara tersebut justru lebih efektif untuk membuat junior termotivasi dan merasa malu.
"Biar junior malu, kami yang lebih tua justru lebih semangat dan disiplin. Kalau diomongin tidak mempan. Ya, mungkin anak-anak sekarang karakternya seperti itu ya," imbuh Rian.
Bangkit dari cedera
Salah satu pebulu tangkis ganda putra Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan juga punya kisah perjuangan versinya sendiri, yang berkaitan dengan masa depannya sebagai atlet nasional.
Belum hilang dari ingatan, saat Yeremia menderita cedera lutut cukup fatal pada ajang Indonesia Open tahun lalu. Akibat cedera tersebut, Yeremia terpaksa absen selama lebih dari 6 bulan untuk menjalani pemulihan dan fisioterapi.
Akibat lamanya fase pemulihan tersebut, Pramudya Kusumawardana yang menjadi partner Yeremia terpaksa dipasangkan dengan Rahmat Hidayat untuk mengisi kekosongan.
Atlet kelahiran 15 Oktober 1999 itu terus berjuang untuk bisa sembuh dan kembali bermain dengan Pramudya.
Insiden cedera, pemulihan, hingga kembali ke lapangan menjadi kisah perjuangan yang tak terlupakan bagi Yeremia dalam kariernya sebagai atlet nasional.
Situasi tersebut menjadi cobaan terberat yang pernah ia alami. Apalagi jika melihat rekam jejak sejumlah atlet Pelatnas PBSI lainnya yang pernah mengalami cedera serupa, itu membuat Yeremia seakan kehilangan harapan.
"Selama ini di Cipayung lihat senior-senior saya yang habis cedera ACL seperti sulit untuk bangkit lagi. Kadang saya suka berpikiran seperti itu, takut seperti mereka. Akan tetapi saya juga percaya suatu saat akan bangkit lagi," ungkap Yeremia, tanpa merujuk secara rinci atlet pelatnas yang ia maksud.
Kehadiran keluarga yang rela menjenguknya di pelatnas tak dimungkiri menjadi asupan penyemangat bagi Yeremia untuk bangkit. Bahkan ia masih ingat betul ketika anggota keluarganya lebih kerap melakukan video call untuk memastikan kondisinya di pelatnas bisa berjalan sesuai harapan.
Belum lagi dengan motivasi dari pelatih yang tak kunjung ada habisnya. Dukungan eksternal itu meyakinkan Yeremia untuk segera pulih sedini mungkin dan kembali ke arena bersama Pramudya.
Ada momen ketika Yeremia merasa iri kepada Pramudya atau atlet pelatnas lainnya yang tetap bisa berangkat bertanding. Rasa iri itu justru menjadi tambahan motivasi baginya untuk lekas pulih dan kembali merasakan atmosfer kompetisi bersama pasangannya.
Lepas dari cedera, kini Yeremia sudah menjalani hari-harinya seperti biasa dan semakin mantap menatap persaingan ganda putra yang semakin ketat.
Dari pengalamannya itu, ia punya versi tersendiri dalam memaknai perjuangan. Kondisi tak menguntungkan yang ia alami berbulan-bulan, ia ubah sehingga punya daya gedor untuk bergerak ke arah yang lebih baik.
"Semangatnya yang harus ditambah. Daya juangnya, jangan mau kalah dengan keadaan. Itu yang jadi motivasi saya di lapangan sekarang, harus menang!" tegas Yeremia.
Setia berkontribusi
Greysia Polii tak bisa lepas dari bulu tangkis meski sudah memutuskan untuk gantung raket sejak tahun lalu.
Meski tak lagi adu kebolehan di lapangan, atlet berdarah Minahasa itu terus berjuang demi kepentingan atlet bulu tangkis dunia dalam ekosistem BWF.
Komitmennya pada bulu tangkis masih tinggi sehingga ia rela tetap meluangkan waktu dan tenaga, berkontribusi pada cabang olahraga yang membesarkan namanya itu dengan menjadi Ketua Komisi Atlet BWF.
Baginya, keputusannya itu menjadi implementasi perjuangan yang tak pernah berhenti.
Kesuksesannya dalam meraih prestasi tertinggi dalam bidang olahraga melalui medali emas Olimpiade Tokyo 2020 (2021), mendorong Greysia untuk menginspirasi para generasi muda agar bisa berjuang demi nama baik Merah Putih.
Sosok yang sudah menggeluti bulu tangkis lebih dari 3 dasawarsa itu menceritakan bahwa setiap langkah yang ia lalui dalam kurun waktu tersebut tak lepas dari perjuangan, pengorbanan, dan ketekunan.
Baginya, bulu tangkis bukan hanya sebuah profesi yang menghasilkan materi, tapi juga sudah menjadi bagian hidup dari wanita yang menginjak usia 36 tahun itu.
Sebagai bagian dari organisasi bulu tangkis dunia, Greysia merasa wajib untuk ikut mendorong para juniornya agar api semangat mereka tak padam.
"Untuk para junior atau calon atlet di seluruh Indonesia, menjadi atlet itu bukan hanya skill yang diperlukan. Akan tetapi juga harus ada komitmen, daya juang tinggi, tidak mudah menyerah, dan juga tahan menghadapi semua proses yang tidak instan," ungkap Greysia.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023